Jumat, 27 Desember 2013

Sindrom Baboon, Komplikasi Langka Akibat Konsumsi Antibiotik



Jakarta, Mengeluh tenggorokannya meradang dan demam, pria ini didiagnosis dokter dengan tonsilitias alias radang amandel. Tapi beberapa hari setelah diberi penisilin, di ketiak, pangkal paha dan pantatnya muncul ruam. Apa yang terjadi?

Kondisi ini secara formal disebut dengan symmetrical drug-related intertriginous and flexural exanthema (SDRIFE) atau semacam alergi terhadap obat antibiotik. Nama lainnya adalah sindrom baboon, karena ruam di pantat pasien hampir menyerupai warna pantat beberapa jenis monyet yang juga cenderung memerah.

Namun karena dokter kerap meresepkan antibiotik seperti penisilin untuk mengobati amandel dan infeksi akibat bakteri lainnya, peneliti merasa kasus yang dialami pria berusia 40 tahun ini penting untuk diketahui. Pasalnya sindrom baboon bisa jadi salah satu efek samping dari konsumsi antibiotik tersebut.
"Sindrom baboon biasanya disebabkan oleh reaksi alergi terhadap penisilin, tapi bisa juga karena paparan logam merkuri atau nikel," ungkap Dr Andreas Bircher, dokter spesialis kulit dari University Hospital of Basel di Swiss. Meski tidak terlibat dalam studi ini, Dr Bircher pernah menemukan kasus lain dari sindrom baboon.

Dari hasil pemeriksaan awal yang dilakukan tim dokter NHS Lothian Hospital UK yang menemukan kasus ini diketahui bahwa tonsil atau amandel pasien tersebut membesar dan meradang.

Dokter yang menangani pria ini kemudian meresepkan penisilin, tapi dua hari kemudian ia malah kesulitan menelan makanan. Lalu dokter jaga UGD yang melihatnya memberinya benzylpeniciliin intravena empat kali sehari dan dosis tunggal dexamethasone intravena, obat steroid yang digunakan untuk mengatasi radang.

Keesokan harinya, pasien tersebut mengeluhkan munculnya ruam di sekitar pangkal paha dan paha bagian dalamnya. Dokter pun berasumsi itu adalah reaksi tubuh pasien terhadap penisilin, sehingga kemudian ia mengubah antibiotik itu menjadi clarithromycin (sama-sama antibiotik namun beda kelas dengan penisilin).
 Hari ketiga di rumah sakit, pasien mengaku kondisi tenggorokannya sudah jauh lebih baik dan ia bisa menelan cairan maupun makanan yang teksturnya lembut. Hanya saja ruamnya malah menyebar dan menjadi terasa nyeri.

Pada saat itu, ruam itu telah mendominasi ketiak, pantat, perut bagian bawah dan paha atasnya. Bahkan di pangkal pahanya mulai muncul gejala nekrosis atau jaringan mati.

Melihat kondisi pasien yang sudah separah ini, dokter dipaksa untuk segera menentukan apa yang sebenarnya terjadi pada pasien ini. Apakah ia mengalami reaksi obat yang parah (yang mungkin akan sembuh dengan sendirinya), atau infeksi berbahaya yaitu akibat adanya bakteri pemakan daging (necrotizing fasciitis) yang membutuhkan prosedur pengangkatan jaringan yang terinfeksi atau mati secepatnya.

Tim dokter lalu mulai memberikan broad-spectrum antibiotics non-penisilin kepada pria ini, yang diklaim dapat melawan berbagai penyakit karena bakteri. Dokter juga mengambil sampel jaringan dari pangkal paha kanan pasien.

Setelah dites, dalam sampel jaringan pria tersebut tidak ditemukan adanya bakteri pemakan daging, sehingga dokter bisa menentukan diagnosis yang pas untuk si pasien, yaitu sindrom baboon.

"Tapi sebenarnya ini adalah kondisi yang sangat tak biasa. Dan untuk alasan yang tidak diketahui, kondisi ini cenderung lebih banyak ditemukan pada pasien pria yang sudah melewati masa puber," terang Dr Bircher seperti dilansir Livescience, Sabtu (21/12/2013).

Pasien ini pun akhirnya berhenti mengonsumsi antibiotik dan sebagai gantinya, ia menggunakan steroid oral dan topikal untuk mengobati ruamnya. Ia pun diperbolehkan pulang 11 hari setelah pertama kali masuk dan ruamnya dilaporkan hilang.
Dengan steroid, ruam memang biasanya bisa hilang hanya dalam seminggu, namun Bircher memperingatkan jika obat atau alergennya kembali dikonsumsi, tidak tertutup kemungkinan ruamnya akan kembali dalam waktu satu-dua hari.

Sindrom baboon kerap muncul beberapa jam hingga dua hari setelah seseorang mengonsumsi antibiotik. Tapi sindrom ini jarang ditemukan pada anak kecil kendati pernah dilaporkan ada anak berusia 18 bulan dan lima tahun yang mengalaminya. Masa pemulihannya sendiri terkadang menghabiskan waktu hingga tiga minggu.

Selain paparan penisilin, logam nikel dan merkuri, peneliti mengatakan penyebab sindrom baboon paling umum lainnya adalah konsumsi obat heartburn tertentu, paparan agen-agen biologis (seperti bakteri, virus, parasit atau jamur) dan kemoterapi.

 
sumber : http://health.detik.com/read/2013/12/21/080053/2448390/763/sindrom-baboon-komplikasi-langka-akibat-konsumsi-antibiotik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar