TUGAS
TERSTRUKTUR KESEHATAN MATERNAL
Konsep Dasar Safe
Motherhood dan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
William Farr, registrar umum pertama
Inggris dan Wales, mengajukan pertanyaan tentang kematian ibu di Inggris pada
tahun 1838. Satu setengah abad kemudian, pertanyaan tersebut belum terjawab.
Risiko kematian saat melahirkan sekarang sangat sedikit di negara industri,
sedangkan di sebagian besar Afrika, Asia dan Amerika Latin kematian ibu masih
sering terjadi. Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 585.000
perempuan meninggal setiap tahun. Hampir semua kematian ini terjadi di
negara-negara berkembang. Saat ini, di Afrika Barat diperkirakan 1 dari 12
wanita akan terjadi kematian pada ibu, dibandingkan dengan Eropa Utara yakni 1
dari 4000 wanita (Maine, 1999).
Mortalitas dan morbiditas akibat
maternal masih merupakan masalah utama di Indonesia. Indonesia tidak mempunyai
sistem statistik untuk mengumpulkan informasi secara langsung untuk
indikator-indikator ini. Berbagai penelitian mengenai mortalitas menunjukkan
angka kematian maternal yang relatif tinggi yaitu 450/100.000 kelahiran hidup
dalam sebuah survei yaitu survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di 7 provinsi
(1985), 404/100.000 kelahiran hidup dalam SKRT di 27 provinsi (1992),
384/100.000 kelahiran hidup (1995) dan 390/100.000 kelahiran hidup dalam survey
demografi dan kesehatan Indonesia (1994). Semua survey menunjukkan bahwa rasio
mortalitas (MMR) dalam 10 tahun hanya terdapat perubahan yang kecil
(Wahyuniati, 2009).
Masih begitu sedikit kemajuan penurunan
kematian maternal, penyebabnya tidak terletak pada kurangnya pengetahuan. Lima
penyebab utama kematian ibu di negara-negara berkembang, 3 diantaranya yaitu
perdarahan, gangguan infeksi dan hipertensi. Penyebab utama lain dari kematian
ibu di negara berkembang yaitu gangguan pada saat melahirkan dan komplikasi
dari aborsi (Maine, 1999).
Anggaran yang dialokasikan pada program
kesehatan terhitung masih sangat sedikit, namun di beberapa negara dapat
berjalan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Kemajuan yang terjadi
berasal dari pemusatan strategi dari program Safe Motherhood Initiative. Sedangkan kunci keberhasilan Survival Initiative Child adalah
pemerintah dan lembaga internasional memiliki daftar singkat penyebab paling
umum dari tindakan yang diperlukan untuk mencegah kematian anak. UNICEF
menggunakan singkatan GOBI untuk mengingatkan orang dari 4 kegiatan utama yang
dibutuhkan untuk mengurangi kematian yaitu pertumbuhan anak, rehidrasi oral
untuk penyakit diare, menyusui dan imunisasi (Maine, 1999).
Program Safe Motherhood Initiative dapat dikatakan jauh lebih luas. Menurut
WHO, program Safe Motherhood Initiative
meliputi keluarga berencana, perawatan antenatal, persalinan bersih dan aman,
perawatan kebidanan, asuhan maternitas dasar, perawatan kesehatan primer dan
ekuitas untuk wanita. Kesalahpahaman yang terjadi adalah kematian ibu dapat
dikurangi dengan pembangunan sosial ekonomi. Padahal kematian maternal yang
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat disebabkan karena dasar intervensi
medis (Maine, 1999).
Pembahasan sebuah kasus di daerah
pedesaan Gambia menyebutkan bahwa para perempuan hamil diberikan pelayanan
prenatal sebagai bagian dari proyek penelitian 1982-1983 dari Medical Research Council Inggris.
Perempuan di skrinning dua kali selama kehamilan untuk diketahui risiko dan
test urine untuk mendeteksi toksemia. Setiap wanita dikunjungi sekali sebulan
dan setiap penyakit yang terdeteksi akan dirawat, namun tidak ada fasilitas
medis terdekat di mana komplikasi kebidanan bisa diobati. Kematian ibu yang
terjadi sangat tinggi, setara dengan lebih dari 2000 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. Peneliti meninjau dan menemukan bahwa faktor risiko tidak
membantu dalam mengidentifikasi wanita yang paling mungkin meninggal, meskipun
sebagian besar komplikasi kebidanan tidak dapat diprediksi atau dicegah, tetapi
mereka masih bisa berhasil untuk diobati. Strategi terbaik adalah dengan mengasumsikan
bahwa semua ibu hamil berisiko untuk komplikasi serius dan memfokuskan upaya
pada peningkatan kualitas, akses dan pemanfaatan layanan perawatan obstetrik
darurat. Strategi-strategi untuk mencapai tujuan ini seluruhnya terdapat dalam
konsep Safe Motherhood Initiative (Maine,
1999).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dasar dari Safe Motherhood dan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) dalam
mengatasi kematian ibu?
BAB II
KENDARI - Selama 36 jam,
Juniati Fitria berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abunawas, Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara (Sultra). Pasien berusia 29 tahun itu berhasil melahirkan
anak pertamanya dengan operasi caesar. Bayi laki-laki seberat 3,6 kilogram pun
keluar dari rahimnya setelah mendapat bantuan medis karena tak bisa melahirkan
secara normal. Namun, Minggu (15/12) dini hari pukul 00.30 Wita, Juniati
menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ia meninggal dunia setelah terjadi
pendarahan hebat. Kedua orangtua Juniati, Kasim Samata dan Ibunya Harnani
kepada Kendari Pos (JPNN Group) mengisahkan, pada Jumat (13/12) lalu sekitar
pukul 19.00 Wita, Juniati masuk ke RSUD Abunawas untuk melahirkan anak
pertamanya. Niat awal, proses persalinan akan dilakukan secara normal, namun
itu tak sesuai harapan. Sebab, tim dokter setempat memutuskan untuk melakukan
operasi caesar setelah tanda-tanda persalinan normal tidak ada. Sebelum
dilakukan operasi, keluarga telah menerima pelayanan yang kurang baik. Saat
masuk RSUD sekitar pukul 19.00 Wita, hingga pukul 00.00 Wita, Juniati hanya
satu kali mendapat perawatan, itupun hanya dari bidan praktek. Padahal,
almarhum terus meringis kesakitan. Sabtu (14/12) pukul 06.00 Wita juga hanya
sekali dijenguk bidan.
Orangtua almarhum mengaku,
minta ruangan VIP, tapi pihak RS mengatakan fasilitas itu penuh sehingga dimasukan
ke ruang isolasi. "Anak saya ingin melahirkan normal, tapi
hasil pemeriksaan dokter tidak bisa, karena ketubannya tak pecah-pecah padahal
sudah waktunya melahirkan. Jadi Sabtu itu, pukul 08.00 Wita, diputuskan untuk
operasi caesar. Saat itu kondisinya sangat sehat dan siap untuk operasi. Lalu
pukul 11.00 Wita, Fitria masuk dalam ruang operasi”," kisah Harnani.
Sekitar pukul 12.45 Wita, operasi dinyatakan selesai oleh dokter yang
menangani, Dewa Putu, Sp.OG. Lalu almarhumah keluar dari ruangan operasi dalam
kondisinya yang sehat dan dibawa ke ruang ICU. Termasuk bayi laki-lakinya
seberat 3,6 kg dinyatakan sehat dan normal.
Pukul 15.00 Wita, istri Muh.
Firdaus tersebut dinyatakan siuman. Saat itulah Juniati langsung melihat
buah hatinya. Saat siuman itu, tidak ada dokter dan bidan di tempat itu
yang melakukan perawatan. Lagi-lagi tinggal calon bidan praktek dari sejumlah
perguruan tinggi di Kota Kendari. Jadi hanya diberikan cairan infus tanpa
perawatan intensif. Pukul 20.00 Wita, suhu badan Juniati panas dan
menggigil karena terus merasa kesakitan pada bagian perut bekas operasinya.
Keluarga pun panik dan mencari dokter yang menangani, namun tak ada di tempat.
"Saat itulah, darah terus keluar namun bidan praktek hanya membersihkan
darah. Ini kemungkinan juga kehabisan darah karena tiga lapis sarung dan seprei
basah dengan darah. Tapi dokter yang menangani (Dewa Putu) tidak juga
datang-datang," kesal Kasim Samata, dibenarkan Ridwan, keluarga almarhum
sebagai saksi di temui di RS Abunawas malam itu. "Dalam kondisi kesakitan,
anak saya sempat bicara bahwa pelayanan rumah sakit ini sangat buruk. Dokter
tidak bagus melayani dan menangani saya," begitu kata almarhumah seperti
dituturkan ulang oleh ayahnya. Sekitar pukul 00.30 Wita, keluarga sudah habis kesabaran
karena terus mendapat janji, dokter Dewa Putu akan segera datang, sehingga
keluarga mulai mengamuk. Para bidan baru terbangun setelah mendengar teriakan
keluarga, karena kondisi almarhumah yang sudah kritis. Para bidan menurut kata
Kasim, langsung berlarian mengambil alat oksigen untuk bantuan pernapasan.
“Anak saya sudah sekarat, baru dibawa di ruang ICU lagi. Tapi tidak lama,
sekitar pukul 01.00 Wita dini hari, meninggal dan kami sangat terpukul karena
ulah dokter yang tidak bertanggungjawab pada pasiennya. Jadi kami akan proses
hukum, karena ini merupakan malpraktek," geramnya, sambil menangis. Sejam
kemudian dokter Dewa Putu baru muncul di rumah sakit dan sempat melihat
pasiennya yang sudah tak bernyawa. Sekitar pukul 02.00 Wita, almarhum langsung
dibawa menggunakan mobil ambulance ke rumah duka di Perumahan Dosen Universitas
Halu Oleo Kendari Blok X.
Sumber: JPNN Jaringan berita terluas di
Indonesia (diakses pada Selasa, 17 Desember 2013 , 01:30:00)
BAB III
LITERATUR REVIEW
1.
SAFE MOTHERHOOD
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang
dilakukan agar seluruh perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama
hamil dan bersalin. Program itu terdiri dari empat pilar yaitu:
1)
Keluarga
berencana
Gerakan
untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran.
Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah keluarga. Pembatasan bisa
dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran
seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah keluarga
yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada akhir tahun
1970'an. Tujuan umum program KB adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan
kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak,
agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia
perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Kesimpulan dari
tujuan program KB adalah:
a)
Memperbaiki
kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa.
b) Mengurangi angka kelahiran
untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa.
c) Memenuhi permintaan masyarakat
akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan
angka kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi.
(Maulida, 2012).
2)
Pelayanan
antenatal
Pelayanan
antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan.
Selain itu, juga menjadi sarana edukasi bagi perempuan tentang kehamilan.
Komponen penting pelayanan antenatal meliputi:
a) Skrining dan pengobatan anemia,
malaria dan penyakit menular seksual.
b) Deteksi dan penanganan
komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi, edema dan pre-eklampsia.
c) Penyuluhan tentang komplikasi
yang potensial, serta kapan dan bagaimana cara memperoleh pelayanan rujukan.
Perawatan
Ante Natal Care (ANC) adalah
pemeriksaan yang sistematik dan teliti pada ibu hamil dan perkembangan/pertumbuhan
janin dalam kandungannya serta penanganan ibu hamil dan bayinya saat dilahirkan
dalam kondisi yang terbaik (Maulida, 2012).
3)
Persalinan
yang aman
Proses
persalinan normal merupakan cara melahirkan bayi terbaik dengan sedikit efek
samping yang ditimbulkan. Jenis Persalinan yang biasa dilakukan adalah
persalinan normal, persalinan dengan alat bantu persalinan caesar dan persalinan
di dalam air (Maulida, 2012)
4)
Pelayanan
Obstetri esensial
Pelayanan
obstetri esensial pada hakekatnya adalah tersedianya pelayanan secara terus
menerus dalam waktu 24 jam untuk bedah caesar, pengobatan penting (anestesi,
antibiotik dan cairan infus), transfusi darah, pengeluaran plasenta secara
manual dan aspirasi vakum untuk abortus inkomplet. Tanpa peran serta
masyarakat, mustahil pelayanan obstetri esensial dapat menjamin tercapainya
keselamatan ibu. Oleh karena itu, diperlukan strategi berbasis masyarakat yang
meliputi:
a)
Melibatkan
anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan pelayanan setempat, dalam
upaya memperbaiki kesehatan ibu.
b)
Bekerja
sama dengan masyarakat, wanita, keluarga dan dukun untuk mengubah sikap
terhadap keterlambatan mendapat pertolongan.
c)
Menyediakan
pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang komplikasi obstetrik
serta kapan dan dimana mencari pertolongan.
(Maulida, 2012).
Penyebab
kematian ibu dapat dibagi menjadi penyebab langsung maupun tak langsung.
Penyebab kematian langsung yaitu setiap komplikasi persalinan disetiap fase
kehamilan (kehamilan, persalinan dan pasca persalinan), akibat tindakan,
kesalahan pengobatan atau dari kesalahan yang terjadi disetiap rangkaian
kejadian di atas. Contohnya seperti perdarahan, pre-eklamsia/eklamsia, akibat
komplikasi anestesi atau bedah caesar. Penyebab kematian tak langsung yaitu
akibat penyakit lain yang telah ada sebelumnya atau berkembang selama kehamilan
dan yang tidak berhubungan dengan penyebab langsung. Contohnya seperti kematian
akibat penyakit ginjal atau jantung, ini artinya ada penyakit fisiologis
(Maulida, 2012).
Inisiasi
Safe Motherhood diperkenalkan sejak tahun 1987. Dalam dua dekade ada
perkembangan yang menggembirakan mengenai kesehatan ibu melahirkan,
indikatornya menurut laporan lembaga International
Family Care bahwa ada penurunan jumlah kematian ibu yang cukup signifikan,
terutama di negara berkembang seperti Honduras, Bolivia dan Mesir. Salah satu
komponen yang paling esensial dari framework
komprehensif kesehatan reproduksi adalah Safe Motherhood sebagai bagian
dari upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan sumber daya manusia (the
fight to reduce poverty and advance human development). Bahkan kesepakatan
terhadap isu ini menjadi concern konferensi-konferensi
internasional sejak tahun 1990-an dan yang paling aktual adalah terdapat dalam
komitmen MDGs (Maulida, 2012).
Indonesia
telah melaksanakan program Safe
Motherhood sejak tahun 1988 dengan melibatkan secara aktif berbagai sektor
pemerintah dan non pemerintah, masyarakat, serta dukungan dari berbagai badan
internasional. Walaupun, menujukan penurunan yang bermakna, target nasional
untuk menurunkan AKI menjadi 125 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2010 masih jauh untuk dicapai. Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia
mencanangkan Making Pregnancy Safer
atau MPS yaitu strategi sektor kesehatan secara terfokus dan bertujuan
mengatasi masalah kematian dan kesakitan ibu dan bayi. Tiga pesan atau fokus
kegiatan ini, yaitu:
1) Setiap persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan terlatih.
2) Setiap komplikasi memperoleh
pelayanan rujukan yang adekuat.
3) Setiap wanita usia reproduksi
mendapat akses pencegahan dan penanganan kehmilan yang tidak diinginkan dan
komplikasi aborsi.
Puskesmas
sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat yang terdepan dituntut untuk selalu
meningkatkan mutu pelayanan agar mampu bersaing dengan fasilitas kesehatan
lainnya. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak atau KIA merupakan prioritas program
pokok pelayanan dasar di puskesmas untuk menurunkan kematian atau mortality dan
kejadian kesakitan atau morbiditi di kalangan ibu. Kegiatan ini ditujukan untuk
menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, persalinan, dan menyusui, serta
meningkatkan derajat kesehatan anak (Wahidah, 2006).
Indonesia
ikut menyepakati kebijakan penurunan AKI secara internasional. Ada sepuluh
komitmen internasional yang dicanangkan pada peringatan sepuluh tahun The Safe Motherhood Initiative. Setiap
program aksi akan dievaluasi dan dimonitoring dengan riset berkala. Tiga
gagasan pertama menyangkut kebijakan yang mendukung kesehatan dan pemberdayaan
perempuan dan tujuh kebijakan berikutnya tentang pelayanan dan edukasi
kesehatan. Inilah kesepuluh kebijakan internasional tersebut:
a)
Advance Safe Motherhood Through
Human Rights
b)
Empower Women, Ensure Choices
c)
Safe Motherhood Is a Vital
Economic and Social Investment
d)
Delay Marriage and First Birth
e)
Every Pregnancy Faces Risks
f)
Ensure Skilled Attendance at
Delivery
g)
Improve Access to Quality
Reproductive Health Services
h)
Prevent Unwanted Pregnancy and
Address Unsafe Abortion
i)
Measure Progress
j)
The Power of Partnership
(Maulida, 2012).
2.
MAKING PREGNANCY SAFER (MPS)
Berbagai
upaya telah dilakukan untuk menekan angka kematian maternal. WHO pada tahun
1999 memprakarsai program Making Pregnancy Safer (MPS) untuk mendukung
negara-negara anggota dalam usaha untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan
maternal akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. MPS merupakan
komponen dari prakarsa Safe Motherhood yang dicanangkan pada tahun 1987
oleh WHO untuk menurunkan kematian maternal. Tujuan Safe Motherhood dan Making
Pregnancy Safer sama, yaitu
melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban
kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan
persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi (Maulida, 2012).
Angka
kematian maternal di dunia masih tinggi. Berbagai konferensi dunia yang
diselenggarakan untuk membahas tentang kematian maternal telah banyak dilakukan
dengan tujuan untuk merumuskan strategi menurunkan kematian maternal, mulai
dari konferensi tentang kematian ibu di Nairobi, Kenya tahun 1987, World
Summit for Children di New York tahun 1990, The International Conference
on Population and Development (ICPD) pada tahun 1994 sampai dengan yang
terakhir The Millenium Summit in 2000, dimana semua anggota PBB
berkomitmen dengan Millenium Development Goals untuk menurunkan tiga
perempat angka kematian maternal pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa
masalah kematian maternal merupakan permasalahan masyarakat global yang menjadi
prioritas (Maulida, 2012).
Gerakan
Sayang Ibu (GSI) adalah gerakan bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas hidup perempuan utamanya dalam percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dalam rangka peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Penurunan AKI dan AKB berkontribusi dalam meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah dan negara yang salah satu indikatornya
adalah derajat kesehatan. Upaya percepatan penurunan AKI dan AKB juga merupakan
komitmen internasional dalam rangka mencapai target Millenium Development Goal’s (MDG’s). Adapun target penurunan AKB
adalah sebesar dua per tiga dan AKI sebesar tiga perempatnya dari 1990-2015
(Maulida, 2012).
Dalam
pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu (GSI), kecamatan merupakan lini terdepan untuk
mensinergikan antara pendekatan lintas sektor dan masyarakat dengan pendekatan
sosial budaya secara komprehensif utamanya dalam mempercepat penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Sebagai suatu gerakan,
Gerakan Sayang Ibu (GSI) telah memberikan kontribusi yang dirasakan manfaatnya
dengan adanya data, berkurangnya jumlah kematian ibu karena hamil, melahirkan
dan nifas, serta meningkatnya rujukan yang berhasil ditangani (Maulida, 2012).
Dengan
adanya perubahan sistem pemerintahan dan kebijakan sektor pemerintah, maka
pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu (GSI) perlu disesuaikan agar dapat bersinergi
dan terintegrasi dengan program dan kegiatan lain yang ada pada daerah. Oleh
karena itu, diperlukan Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI). Revitalisasi
Gerakan Sayang Ibu (GSI) adalah upaya pengembangan Gerakan Sayang Ibu (GSI)
melalui upaya ekstensifikasi, intensifikasi dan institusionalisasi (Maulida,
2012).
Untuk
mendorong pelaksanaan Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) perlu dilaksanakan
berbagai upaya termasuk melalui penilaian untuk mengetahui keberhasilan
pelaksanaan Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) terutama di tingkat
Kecamatan. Dengan adanya penilaian Kecamatan Sayang Ibu diharapkan peran
pembinaan dan fasilitas Kab./Kota dan Provinsi menjadi lebih optimal (Maulida,
2012).
BAB IV
PEMBAHASAN
Indonesia telah berkomitmen menurunkan AKI secara
serius melalui kebijakan yang digariskan Departemen Kesehatan. Beragam program
dicetuskan, namun masalah AKI masih menyisakan persoalan. Seperti dilaporkan
Kompas yaitu dari 613 sebanyak 43 persen tempat bersalin ibu masih di rumah.
Persalinan ini lebih berisiko bagi kesehatan ibu melahirkan dan bayinya. Hingga
kini, tingginya angka kematian ibu masih menjadi masalah besar di Indonesia.
Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010, persalinan di rumah berarti bukan
di fasilitas kesehatan, polindes atau poskesdes (Maulida, 2012).
Sebagaimana kasus yang kami temukan, Juniati Fitria (29 tahun) selama 36 jam berada di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Abunawas, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Pasien
berhasil melahirkan anak pertamanya dengan operasi caesar. Namun, setelah 13,5
jam pasca melahirkan Juniati menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kasus yang
kami dapatkan menyatakan bahwa almarhum meninggal karena pendarahan hebat pasca
persalinan. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya kualitas perawatan sebelum
dan setelah persalinan yang hanya dilakukan oleh bidan praktek dari salah satu
perguruan tinggi di Kota Kedari. Sebelum persalinan pasien hanya mendapatkan
satu kali perawatan dari bidan praktek. Sedangkan setelah persalinan, pasien
hanya mendapatkan cairan infus oleh bidan praktek hingga mengalami perdarahan
hebat.
Pilar
utama dari konsep Safe Motherhood
adalah pilar Keluarga Berencana (KB), pilar pelayanan antenatal, pilar
persalinan aman dan nyaman, dan pelayanan obstetri. Berdasarkan kasus yang
dijelaskan di atas, terjadinya kematian ibu disebabkan lebih cenderung karena
dua faktor utama, yaitu pelayanan persalinan aman dan nyaman, dan pelayanan
obstetri. Pelayanan seharusnya menjadi acuan utama dalam pemberian tindakan
kepada pasien agar selamat baik ibu ataupun bayi. Persalinan yang aman dan
nyaman yang digagas oleh konsep Safe
Motherhood ini menitikberatkan bukan hanya pertolongan persalinan dilakukan
oleh tenaga kesehatan, namun persalinan juga dilakukan di tempat yang aman dan
nyaman dalam hal ini baik puskesmas, ataupun rumah sakit. Persalinan aman dan
nyaman juga menitikberatkan pada proses pelayanan yang semaksimal mungkin mulai
dari administrasi sampai pada proses pemberian tindakan. Persalinan aman dan
nyaman yang dimaksud bukan hanya mensosialisasikan kepada masyarakat untuk
tidak menggunakan tenaga dukun bayi dalam persalinan, melainkan memberikan
upaya pelayanan yang nyata terhadap semua pasien yang ditangani. Sosialisasi
harus dilakukan dua arah, yaitu kepada masyarakat sebagai pengguna dan kepada
tenaga kesehatan atau pemilik pelayanan kesehatan agar senantiasa menggunakan
dan memberikan pelayanan yang semaksimalnya tanpa harus membeda-bedakan
berdasarkan karakteristik tertentu.
Pelayanan obstetri esensial
pada hakekatnya adalah tersedianya pelayanan secara terus menerus dalam waktu
24 jam salah satunya untuk bedah caesar, misalnya pemberian infus setelah
melahirkan. Namun pada kasus di atas, pasien hanya mendapakan infus setelah
mengalami perdarahan. Akibat dari perdarahan yang terjadi adalah kematian
langsung pada ibu pasca melahirkan. Kematian langsung yaitu setiap komplikasi
persalinan disetiap fase kehamilan (kehamilan, persalinan dan pasca
persalinan), akibat tindakan, kesalahan pengobatan atau dari kesalahan yang
terjadi disetiap rangkaian kejadian di atas. Sesuai penelitian yang dilakukan
oleh anggota Divisi Fetomaternal RSCM/FKUI dr. Damar Prasmusinto SpOG (K) yang
dikutip Maulida (2012) yaitu sekitar 55% kematian ibu melahirkan disebabkan
pendarahan dan pre-eklampsia yang terkait erat dengan malnutrisi atau gizi
buruk semasa hamil. Dampak buruk tersebut dapat berupa meningkatnya risiko bayi
dengan asfiksia (gangguan pernapasan), berat badan lahir rendah, keguguran,
kelahiran prematur, hingga kematian ibu dan bayi.
Beruntung
pihak keluarga sangat sigap dalam meminta bantuan tenaga medis di RSUD
Abunawas. Hal ini menunjukan adanya perhatian dan kepedulian yang baik dari
keluarga pasien. Sehingga sesuai dengan strategi program pemerintah berkenaan Safe
Motherhood dan Making Pregnancy Safer sebab dalam program tersebut harus didukung oleh keluarga dan masyarakat
sebagai kepanjangan dari pemerintah yang tidak dapat secara langsung memantau
satu persatu keadaan ibu hamil atau nifas. Sayangnya, pelayanan yang diberikan
kurang memuaskan yaitu tidak ada dokter yang menangani dan hanya diberikan
infus oleh calon bidan praktek dari sejumlah perguruan
tinggi di Kota Kendari
tanpa perawatan intensif. Dampak yang terjadi adalah suhu badan
pasien meningkat dan menggigil karena terus merasa kesakitan pada bagian perut
bekas operasinya.
Strategi yang dapat digunakan untuk
menangani kasus diatas tidak hanya melibatkan pihak pemberi pelayanan medis
tetapi juga melibatkan peran aktif masyarakat. Sebab angka kematian Bayi dan
Ibu yang selama ini masih terjadi, padahal sosialisasi kepada masyarakat telah
dilakukan adalah sebagian bukti kecil bahwa pelayanan kesehatan masih dalam
kategori belum memuaskan. Upaya nyata yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan ini adalah dengan dilakukannya koordinasi yang baik. Komunikasi dua arah
dan penerimaan yang baik adalah langkah awal keberhasilan program ini. Komunikasi
yang dapat dilakukan salah satunya dengan dilakukannya pendekatan rempug
segitiga strategis. Segitiga strategis yang dimaksud adalah elemen masyarakat
sebagai pengguna dalam hal ini adalah ibu hamil dan keluarga, pamong/pemerintah
desa, dan bidan desa. Rempug yang dilaksanakan
di tingkat desa tidak terlepas dari suprasistem di atasnya seperti
berkoordinasi dengan Puskesmas. Lalu puskesmas memperoleh dukungan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang berkoordinasi dengan Rumah Sakit Kabupaten/Kota, Badan/Bidang
Keluarga Berencana, lintas sektor terkait dan LSM peduli kesehatan reproduksi
serta pemerintah daerah kabupaten/kota. Pada tingkat kabupaten/kota terjadi
proses rempug melalui koordinasi manajerial antara dinas
kesehatan, rumah sakit, badan/bidang keluarga berencana, lintas sektor
terkait dan LSM peduli kesehatan reproduksi (Sopacua, 2009).
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Safe
Motherhood
adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh perempuan menerima perawatan yang mereka
butuhkan selama hamil dan bersalin. Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan komponen dari
prakarsa Safe Motherhood yang dicanangkan pada tahun 1987 oleh WHO untuk
menurunkan kematian maternal. Tujuan
Safe Motherhood dan
Making Pregnancy
Safer sama, yaitu melindungi hak reproduksi
dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan
kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak
perlu terjadi. Persalinan yang aman dan nyaman dan pelayanan obstetrik esensial adalah
2 pilar dari Safe Motherhood. Pada kasus yang telah dibahas, kematian ibu
disebabkan oleh pelayanan yang buruk sebelum dan sesudah melahirkan yang
diberikan oleh rumah sakit kepada pasiennya sehingga ibu meninggal pasca
melahirkan karena perdarahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa 2 pilar Safe Motherhood yaitu persalinan yang aman dan nyaman dan
pelayanan obstetri esensial belum dijalankan sehingga menyebabkan kematian ibu.
B. Saran
1.
Bagi Masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuan mereka
mengenai kehamilan yang sehat dan gejala-gejala kehamilan yang berisiko sehingga dapat
mengatasi gejala-gejala tersebut dan tidak akan menjadi masalah yang serius di
kemudian hari serta melaksanakan Gerakan Sayang Ibu dan upaya rempug desa.
2. Bagi Keluarga
Diharapkan kepada suami dan
keluarga untuk meningkatkan peran serta dalam memberikan motivasi kepada ibu
hamil sehingga mau mengakses pelayanan kesehatan maternal seperti Gerakan Sayang Ibu.
3. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abunawas
Diharapkan kepada rumah sakit
agar membenahi sistem pelayanan di rumah sakit tersebut yaitu dengan cara
mengevaluasi prosedur kerja dari tenaga kesehatan yang ada di RSUD Abunawas agar
kasus kejadian tersebut tidak akan terjadi di kemudian hari serta menambah sumber daya berupa tenaga kesehatan yang terlatih dan
fasilitas yang memadai.
4. Bagi Pemerintah
Diharapkan bagi pemerintah
agar menyediakan pelayanan kesehatan maternal atau menyelenggarakan penyuluhan
tentang kehamilan yang sehat agar para ibu hamil dapat menjaga kesehatan
kehamilannya. Pemerintah juga harus mengevaluasi kinerja-kinerja prosedur kerja
dari rumah sakit agar rumah sakit dapat melakukan kegiatannya sesuai standar
yang telah ditentukan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Maine, Deborah
dkk. 1999. The Safe Motherhood
Initiative: Why Has It Stalled?. American
Journal Of Public Health. Vol. 89, No. 4, April 1999.
Maulidia,
Rahmah. 2012. Lack of Education Safe
Motherhood in Girls Boarding School in Ponorogo. Conference Proceedings.
Annual International Conference on Islamic Studies.
Nur, Wahyuniati dkk. 2009. Pregnancy Related
Infection in Indonesia. Jur. Peny Mlr
Indo. Vo. 1, No. 1, 2009, Halaman 20-28.
Sopacua,
Evie. 2009. Akselerasi Penurunan Angka
Kematian Ibu Menggunakan
Pendekatan
Rembug Melalui Strategi Segitiga Pengaman. Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol. 25, No. 4, Desember 2009, Halaman 195-201.
Wahidah, Nor dkk. 2006. Making Pregnancy Safer Policy Implementation In Banjar District, South Kalimantan
Province. Working Paper Series No. 4 November 2006, First Draft.
Yogyakarta: UGM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar