Rabu, 18 November 2015

Konsep Dasar Safe Motherhood dan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS)



TUGAS TERSTRUKTUR KESEHATAN MATERNAL

Konsep Dasar Safe Motherhood dan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS)


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
William Farr, registrar umum pertama Inggris dan Wales, mengajukan pertanyaan tentang kematian ibu di Inggris pada tahun 1838. Satu setengah abad kemudian, pertanyaan tersebut belum terjawab. Risiko kematian saat melahirkan sekarang sangat sedikit di negara industri, sedangkan di sebagian besar Afrika, Asia dan Amerika Latin kematian ibu masih sering terjadi. Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 585.000 perempuan meninggal setiap tahun. Hampir semua kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Saat ini, di Afrika Barat diperkirakan 1 dari 12 wanita akan terjadi kematian pada ibu, dibandingkan dengan Eropa Utara yakni 1 dari 4000 wanita (Maine, 1999).
Mortalitas dan morbiditas akibat maternal masih merupakan masalah utama di Indonesia. Indonesia tidak mempunyai sistem statistik untuk mengumpulkan informasi secara langsung untuk indikator-indikator ini. Berbagai penelitian mengenai mortalitas menunjukkan angka kematian maternal yang relatif tinggi yaitu 450/100.000 kelahiran hidup dalam sebuah survei yaitu survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di 7 provinsi (1985), 404/100.000 kelahiran hidup dalam SKRT di 27 provinsi (1992), 384/100.000 kelahiran hidup (1995) dan 390/100.000 kelahiran hidup dalam survey demografi dan kesehatan Indonesia (1994). Semua survey menunjukkan bahwa rasio mortalitas (MMR) dalam 10 tahun hanya terdapat perubahan yang kecil (Wahyuniati, 2009).
Masih begitu sedikit kemajuan penurunan kematian maternal, penyebabnya tidak terletak pada kurangnya pengetahuan. Lima penyebab utama kematian ibu di negara-negara berkembang, 3 diantaranya yaitu perdarahan, gangguan infeksi dan hipertensi. Penyebab utama lain dari kematian ibu di negara berkembang yaitu gangguan pada saat melahirkan dan komplikasi dari aborsi (Maine, 1999).

Anggaran yang dialokasikan pada program kesehatan terhitung masih sangat sedikit, namun di beberapa negara dapat berjalan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Kemajuan yang terjadi berasal dari pemusatan strategi dari program Safe Motherhood Initiative. Sedangkan kunci keberhasilan Survival Initiative Child adalah pemerintah dan lembaga internasional memiliki daftar singkat penyebab paling umum dari tindakan yang diperlukan untuk mencegah kematian anak. UNICEF menggunakan singkatan GOBI untuk mengingatkan orang dari 4 kegiatan utama yang dibutuhkan untuk mengurangi kematian yaitu pertumbuhan anak, rehidrasi oral untuk penyakit diare, menyusui dan imunisasi (Maine, 1999).
Program Safe Motherhood Initiative dapat dikatakan jauh lebih luas. Menurut WHO, program Safe Motherhood Initiative meliputi keluarga berencana, perawatan antenatal, persalinan bersih dan aman, perawatan kebidanan, asuhan maternitas dasar, perawatan kesehatan primer dan ekuitas untuk wanita. Kesalahpahaman yang terjadi adalah kematian ibu dapat dikurangi dengan pembangunan sosial ekonomi. Padahal kematian maternal yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat disebabkan karena dasar intervensi medis (Maine, 1999).
Pembahasan sebuah kasus di daerah pedesaan Gambia menyebutkan bahwa para perempuan hamil diberikan pelayanan prenatal sebagai bagian dari proyek penelitian 1982-1983 dari Medical Research Council Inggris. Perempuan di skrinning dua kali selama kehamilan untuk diketahui risiko dan test urine untuk mendeteksi toksemia. Setiap wanita dikunjungi sekali sebulan dan setiap penyakit yang terdeteksi akan dirawat, namun tidak ada fasilitas medis terdekat di mana komplikasi kebidanan bisa diobati. Kematian ibu yang terjadi sangat tinggi, setara dengan lebih dari 2000 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Peneliti meninjau dan menemukan bahwa faktor risiko tidak membantu dalam mengidentifikasi wanita yang paling mungkin meninggal, meskipun sebagian besar komplikasi kebidanan tidak dapat diprediksi atau dicegah, tetapi mereka masih bisa berhasil untuk diobati. Strategi terbaik adalah dengan mengasumsikan bahwa semua ibu hamil berisiko untuk komplikasi serius dan memfokuskan upaya pada peningkatan kualitas, akses dan pemanfaatan layanan perawatan obstetrik darurat. Strategi-strategi untuk mencapai tujuan ini seluruhnya terdapat dalam konsep Safe Motherhood Initiative (Maine, 1999).
B.  Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dasar dari Safe Motherhood dan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) dalam mengatasi kematian ibu?
















BAB II
DESKRIPSI KASUS

KENDARI - Selama 36 jam, Juniati Fitria berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abunawas, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Pasien berusia 29 tahun itu berhasil melahirkan anak pertamanya dengan operasi caesar. Bayi laki-laki seberat 3,6 kilogram pun keluar dari rahimnya setelah mendapat bantuan medis karena tak bisa melahirkan secara normal. Namun, Minggu (15/12) dini hari pukul 00.30 Wita, Juniati menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ia meninggal dunia setelah terjadi pendarahan hebat. Kedua orangtua Juniati, Kasim Samata dan Ibunya Harnani kepada Kendari Pos (JPNN Group) mengisahkan, pada Jumat (13/12) lalu sekitar pukul 19.00 Wita, Juniati masuk ke RSUD Abunawas untuk melahirkan anak pertamanya. Niat awal, proses persalinan akan dilakukan secara normal, namun itu tak sesuai harapan. Sebab, tim dokter setempat memutuskan untuk melakukan operasi caesar setelah tanda-tanda persalinan normal tidak ada. Sebelum dilakukan operasi, keluarga telah menerima pelayanan yang kurang baik. Saat masuk RSUD sekitar pukul 19.00 Wita, hingga pukul 00.00 Wita, Juniati hanya satu kali mendapat perawatan, itupun hanya dari bidan praktek. Padahal, almarhum terus meringis kesakitan. Sabtu (14/12) pukul 06.00 Wita juga hanya sekali dijenguk bidan.
Orangtua almarhum mengaku, minta ruangan VIP, tapi pihak RS mengatakan fasilitas itu penuh sehingga dimasukan ke ruang isolasi.  "Anak saya ingin melahirkan normal, tapi hasil pemeriksaan dokter tidak bisa, karena ketubannya tak pecah-pecah padahal sudah waktunya melahirkan. Jadi Sabtu itu, pukul 08.00 Wita, diputuskan untuk operasi caesar. Saat itu kondisinya sangat sehat dan siap untuk operasi. Lalu pukul 11.00 Wita, Fitria masuk dalam ruang operasi”," kisah  Harnani. Sekitar pukul 12.45 Wita, operasi dinyatakan selesai oleh dokter yang menangani, Dewa Putu, Sp.OG. Lalu almarhumah keluar dari ruangan operasi dalam kondisinya yang sehat dan dibawa  ke ruang ICU. Termasuk bayi laki-lakinya seberat 3,6 kg dinyatakan sehat dan normal.
Pukul 15.00 Wita, istri Muh. Firdaus tersebut dinyatakan siuman.  Saat itulah Juniati langsung melihat buah hatinya. Saat siuman itu,  tidak ada dokter dan bidan di tempat itu yang melakukan perawatan. Lagi-lagi tinggal calon bidan praktek dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Kendari. Jadi hanya diberikan cairan infus tanpa perawatan intensif. Pukul 20.00 Wita,  suhu badan Juniati panas dan menggigil karena terus merasa kesakitan pada bagian perut bekas operasinya. Keluarga pun panik dan mencari dokter yang menangani, namun tak ada di tempat. "Saat itulah, darah terus keluar namun bidan praktek hanya membersihkan darah. Ini kemungkinan juga kehabisan darah karena tiga lapis sarung dan seprei basah dengan darah. Tapi dokter yang menangani (Dewa Putu) tidak juga datang-datang," kesal Kasim Samata, dibenarkan Ridwan, keluarga almarhum sebagai saksi di temui di RS Abunawas malam itu. "Dalam kondisi kesakitan, anak saya sempat bicara bahwa pelayanan rumah sakit ini sangat buruk. Dokter tidak bagus melayani dan menangani saya," begitu kata almarhumah seperti dituturkan ulang oleh ayahnya. Sekitar pukul 00.30 Wita, keluarga sudah habis kesabaran karena terus mendapat janji, dokter Dewa Putu akan segera datang, sehingga keluarga mulai mengamuk. Para bidan baru terbangun setelah mendengar teriakan keluarga, karena kondisi almarhumah yang sudah kritis. Para bidan menurut kata Kasim, langsung berlarian mengambil alat oksigen untuk bantuan pernapasan. “Anak saya sudah sekarat, baru dibawa di ruang ICU lagi. Tapi tidak lama, sekitar pukul 01.00 Wita dini hari, meninggal dan kami sangat terpukul karena ulah dokter yang tidak bertanggungjawab pada pasiennya. Jadi kami akan proses hukum, karena ini merupakan malpraktek," geramnya, sambil menangis. Sejam kemudian dokter Dewa Putu baru muncul di rumah sakit dan sempat melihat pasiennya yang sudah tak bernyawa. Sekitar pukul 02.00 Wita, almarhum langsung dibawa menggunakan mobil ambulance ke rumah duka di Perumahan Dosen Universitas Halu Oleo  Kendari Blok X. 
Sumber: JPNN Jaringan berita terluas di Indonesia (diakses pada Selasa, 17 Desember 2013 , 01:30:00)

BAB III
LITERATUR REVIEW
1.    SAFE MOTHERHOOD
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan bersalin. Program itu terdiri dari empat pilar yaitu:
1)   Keluarga berencana
Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah keluarga. Pembatasan bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada akhir tahun 1970'an. Tujuan umum program KB adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Kesimpulan dari tujuan program KB adalah:
a)    Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa.
b)   Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa.
c)    Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
         (Maulida, 2012).
2)   Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan. Selain itu, juga menjadi sarana edukasi bagi perempuan tentang kehamilan. Komponen penting pelayanan antenatal meliputi:
a)    Skrining dan pengobatan anemia, malaria dan penyakit menular seksual.
b)   Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi, edema dan  pre-eklampsia.
c)    Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan bagaimana cara memperoleh pelayanan rujukan.
Perawatan Ante Natal Care (ANC) adalah pemeriksaan yang sistematik dan teliti pada ibu hamil dan perkembangan/pertumbuhan janin dalam kandungannya serta penanganan ibu hamil dan bayinya saat dilahirkan dalam kondisi yang terbaik (Maulida, 2012).
3)   Persalinan yang aman
Proses persalinan normal merupakan cara melahirkan bayi terbaik dengan sedikit efek samping yang ditimbulkan. Jenis Persalinan yang biasa dilakukan adalah persalinan normal, persalinan dengan alat bantu persalinan caesar dan persalinan di dalam air (Maulida, 2012)
4)   Pelayanan Obstetri esensial
Pelayanan obstetri esensial pada hakekatnya adalah tersedianya pelayanan secara terus menerus dalam waktu 24 jam untuk bedah caesar, pengobatan penting (anestesi, antibiotik dan cairan infus), transfusi darah, pengeluaran plasenta secara manual dan aspirasi vakum untuk abortus inkomplet. Tanpa peran serta masyarakat, mustahil pelayanan obstetri esensial dapat menjamin tercapainya keselamatan ibu. Oleh karena itu, diperlukan strategi berbasis masyarakat yang meliputi:
a)        Melibatkan anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan pelayanan setempat, dalam upaya memperbaiki kesehatan ibu.
b)        Bekerja sama dengan masyarakat, wanita, keluarga dan dukun untuk mengubah sikap terhadap keterlambatan mendapat pertolongan.
c)        Menyediakan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang komplikasi obstetrik serta kapan dan dimana mencari pertolongan.
         (Maulida, 2012).
Penyebab kematian ibu dapat dibagi menjadi penyebab langsung maupun tak langsung. Penyebab kematian langsung yaitu setiap komplikasi persalinan disetiap fase kehamilan (kehamilan, persalinan dan pasca persalinan), akibat tindakan, kesalahan pengobatan atau dari kesalahan yang terjadi disetiap rangkaian kejadian di atas. Contohnya seperti perdarahan, pre-eklamsia/eklamsia, akibat komplikasi anestesi atau bedah caesar. Penyebab kematian tak langsung yaitu akibat penyakit lain yang telah ada sebelumnya atau berkembang selama kehamilan dan yang tidak berhubungan dengan penyebab langsung. Contohnya seperti kematian akibat penyakit ginjal atau jantung, ini artinya ada penyakit fisiologis (Maulida, 2012).
Inisiasi Safe Motherhood diperkenalkan sejak tahun 1987. Dalam dua dekade ada perkembangan yang menggembirakan mengenai kesehatan ibu melahirkan, indikatornya menurut laporan lembaga International Family Care bahwa ada penurunan jumlah kematian ibu yang cukup signifikan, terutama di negara berkembang seperti Honduras, Bolivia dan Mesir. Salah satu komponen yang paling esensial dari framework komprehensif kesehatan reproduksi adalah Safe Motherhood sebagai bagian dari upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan sumber daya manusia (the fight to reduce poverty and advance human development). Bahkan kesepakatan terhadap isu ini menjadi concern konferensi-konferensi internasional sejak tahun 1990-an dan yang paling aktual adalah terdapat dalam komitmen MDGs (Maulida, 2012).
Indonesia telah melaksanakan program Safe Motherhood sejak tahun 1988 dengan melibatkan secara aktif berbagai sektor pemerintah dan non pemerintah, masyarakat, serta dukungan dari berbagai badan internasional. Walaupun, menujukan penurunan yang bermakna, target nasional untuk menurunkan AKI menjadi 125 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 masih jauh untuk dicapai. Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia mencanangkan Making Pregnancy Safer atau MPS yaitu strategi sektor kesehatan secara terfokus dan bertujuan mengatasi masalah kematian dan kesakitan ibu dan bayi. Tiga pesan atau fokus kegiatan ini, yaitu:
1)      Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2)      Setiap komplikasi memperoleh pelayanan rujukan yang adekuat.
3)      Setiap wanita usia reproduksi mendapat akses pencegahan dan penanganan kehmilan yang tidak diinginkan dan komplikasi aborsi.
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat yang terdepan dituntut untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan agar mampu bersaing dengan fasilitas kesehatan lainnya. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak atau KIA merupakan prioritas program pokok pelayanan dasar di puskesmas untuk menurunkan kematian atau mortality dan kejadian kesakitan atau morbiditi di kalangan ibu. Kegiatan ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, persalinan, dan menyusui, serta meningkatkan derajat kesehatan anak (Wahidah, 2006).
Indonesia ikut menyepakati kebijakan penurunan AKI secara internasional. Ada sepuluh komitmen internasional yang dicanangkan pada peringatan sepuluh tahun The Safe Motherhood Initiative. Setiap program aksi akan dievaluasi dan dimonitoring dengan riset berkala. Tiga gagasan pertama menyangkut kebijakan yang mendukung kesehatan dan pemberdayaan perempuan dan tujuh kebijakan berikutnya tentang pelayanan dan edukasi kesehatan. Inilah kesepuluh kebijakan internasional tersebut:
a)   Advance Safe Motherhood Through Human Rights
b)   Empower Women, Ensure Choices 
c)    Safe Motherhood Is a Vital Economic and Social Investment
d)   Delay Marriage and First Birth
e)    Every Pregnancy Faces Risks
f)     Ensure Skilled Attendance at Delivery
g)   Improve Access to Quality Reproductive Health Services
h)   Prevent Unwanted Pregnancy and Address Unsafe Abortion
i)     Measure Progress
j)     The Power of Partnership
         (Maulida, 2012).


2.    MAKING PREGNANCY SAFER (MPS)
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka kematian maternal. WHO pada tahun 1999 memprakarsai program Making Pregnancy Safer (MPS) untuk mendukung negara-negara anggota dalam usaha untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan maternal akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. MPS merupakan komponen dari prakarsa Safe Motherhood yang dicanangkan pada tahun 1987 oleh WHO untuk menurunkan kematian maternal. Tujuan Safe Motherhood dan Making Pregnancy Safer sama, yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi (Maulida, 2012).
Angka kematian maternal di dunia masih tinggi. Berbagai konferensi dunia yang diselenggarakan untuk membahas tentang kematian maternal telah banyak dilakukan dengan tujuan untuk merumuskan strategi menurunkan kematian maternal, mulai dari konferensi tentang kematian ibu di Nairobi, Kenya tahun 1987, World Summit for Children di New York tahun 1990, The International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun 1994 sampai dengan yang terakhir The Millenium Summit in 2000, dimana semua anggota PBB berkomitmen dengan Millenium Development Goals untuk menurunkan tiga perempat angka kematian maternal pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kematian maternal merupakan permasalahan masyarakat global yang menjadi prioritas (Maulida, 2012).
Gerakan Sayang Ibu (GSI) adalah gerakan bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan utamanya dalam percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia. Penurunan AKI dan AKB berkontribusi dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah dan negara yang salah satu indikatornya adalah derajat kesehatan. Upaya percepatan penurunan AKI dan AKB juga merupakan komitmen internasional dalam rangka mencapai target Millenium Development Goal’s (MDG’s). Adapun target penurunan AKB adalah sebesar dua per tiga dan AKI sebesar tiga perempatnya dari 1990-2015 (Maulida, 2012).
Dalam pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu (GSI), kecamatan merupakan lini terdepan untuk mensinergikan antara pendekatan lintas sektor dan masyarakat dengan pendekatan sosial budaya secara komprehensif utamanya dalam mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Sebagai suatu gerakan, Gerakan Sayang Ibu (GSI) telah memberikan kontribusi yang dirasakan manfaatnya dengan adanya data, berkurangnya jumlah kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas, serta meningkatnya rujukan yang berhasil ditangani (Maulida, 2012).
Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan dan kebijakan sektor pemerintah, maka pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu (GSI) perlu disesuaikan agar dapat bersinergi dan terintegrasi dengan program dan kegiatan lain yang ada pada daerah. Oleh karena itu, diperlukan Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI). Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) adalah upaya pengembangan Gerakan Sayang Ibu (GSI) melalui upaya ekstensifikasi, intensifikasi dan institusionalisasi (Maulida, 2012).
Untuk mendorong pelaksanaan Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) perlu dilaksanakan berbagai upaya termasuk melalui penilaian untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) terutama di tingkat Kecamatan. Dengan adanya penilaian Kecamatan Sayang Ibu diharapkan peran pembinaan dan fasilitas Kab./Kota dan Provinsi menjadi lebih optimal (Maulida, 2012).









BAB IV
PEMBAHASAN
Indonesia telah berkomitmen menurunkan AKI secara serius melalui kebijakan yang digariskan Departemen Kesehatan. Beragam program dicetuskan, namun masalah AKI masih menyisakan persoalan. Seperti dilaporkan Kompas yaitu dari 613 sebanyak 43 persen tempat bersalin ibu masih di rumah. Persalinan ini lebih berisiko bagi kesehatan ibu melahirkan dan bayinya. Hingga kini, tingginya angka kematian ibu masih menjadi masalah besar di Indonesia. Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010, persalinan di rumah berarti bukan di fasilitas kesehatan, polindes atau poskesdes (Maulida, 2012).
Sebagaimana kasus yang kami temukan, Juniati Fitria (29 tahun) selama 36 jam berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abunawas, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Pasien berhasil melahirkan anak pertamanya dengan operasi caesar. Namun, setelah 13,5 jam pasca melahirkan Juniati menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kasus yang kami dapatkan menyatakan bahwa almarhum meninggal karena pendarahan hebat pasca persalinan. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya kualitas perawatan sebelum dan setelah persalinan yang hanya dilakukan oleh bidan praktek dari salah satu perguruan tinggi di Kota Kedari. Sebelum persalinan pasien hanya mendapatkan satu kali perawatan dari bidan praktek. Sedangkan setelah persalinan, pasien hanya mendapatkan cairan infus oleh bidan praktek hingga mengalami perdarahan hebat.
Pilar utama dari konsep Safe Motherhood adalah pilar Keluarga Berencana (KB), pilar pelayanan antenatal, pilar persalinan aman dan nyaman, dan pelayanan obstetri. Berdasarkan kasus yang dijelaskan di atas, terjadinya kematian ibu disebabkan lebih cenderung karena dua faktor utama, yaitu pelayanan persalinan aman dan nyaman, dan pelayanan obstetri. Pelayanan seharusnya menjadi acuan utama dalam pemberian tindakan kepada pasien agar selamat baik ibu ataupun bayi. Persalinan yang aman dan nyaman yang digagas oleh konsep Safe Motherhood ini menitikberatkan bukan hanya pertolongan persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan, namun persalinan juga dilakukan di tempat yang aman dan nyaman dalam hal ini baik puskesmas, ataupun rumah sakit. Persalinan aman dan nyaman juga menitikberatkan pada proses pelayanan yang semaksimal mungkin mulai dari administrasi sampai pada proses pemberian tindakan. Persalinan aman dan nyaman yang dimaksud bukan hanya mensosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan tenaga dukun bayi dalam persalinan, melainkan memberikan upaya pelayanan yang nyata terhadap semua pasien yang ditangani. Sosialisasi harus dilakukan dua arah, yaitu kepada masyarakat sebagai pengguna dan kepada tenaga kesehatan atau pemilik pelayanan kesehatan agar senantiasa menggunakan dan memberikan pelayanan yang semaksimalnya tanpa harus membeda-bedakan berdasarkan karakteristik tertentu.
Pelayanan obstetri esensial pada hakekatnya adalah tersedianya pelayanan secara terus menerus dalam waktu 24 jam salah satunya untuk bedah caesar, misalnya pemberian infus setelah melahirkan. Namun pada kasus di atas, pasien hanya mendapakan infus setelah mengalami perdarahan. Akibat dari perdarahan yang terjadi adalah kematian langsung pada ibu pasca melahirkan. Kematian langsung yaitu setiap komplikasi persalinan disetiap fase kehamilan (kehamilan, persalinan dan pasca persalinan), akibat tindakan, kesalahan pengobatan atau dari kesalahan yang terjadi disetiap rangkaian kejadian di atas. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh anggota Divisi Fetomaternal RSCM/FKUI dr. Damar Prasmusinto SpOG (K) yang dikutip Maulida (2012) yaitu sekitar 55% kematian ibu melahirkan disebabkan pendarahan dan pre-eklampsia yang terkait erat dengan malnutrisi atau gizi buruk semasa hamil. Dampak buruk tersebut dapat berupa meningkatnya risiko bayi dengan asfiksia (gangguan pernapasan), berat badan lahir rendah, keguguran, kelahiran prematur, hingga kematian ibu dan bayi.
Beruntung pihak keluarga sangat sigap dalam meminta bantuan tenaga medis di RSUD Abunawas. Hal ini menunjukan adanya perhatian dan kepedulian yang baik dari keluarga pasien. Sehingga sesuai dengan strategi program pemerintah berkenaan Safe Motherhood dan Making Pregnancy Safer sebab dalam program tersebut harus didukung oleh keluarga dan masyarakat sebagai kepanjangan dari pemerintah yang tidak dapat secara langsung memantau satu persatu keadaan ibu hamil atau nifas. Sayangnya, pelayanan yang diberikan kurang memuaskan yaitu tidak ada dokter yang menangani dan hanya diberikan infus oleh calon bidan praktek dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Kendari tanpa perawatan intensif. Dampak yang terjadi adalah suhu badan pasien meningkat dan menggigil karena terus merasa kesakitan pada bagian perut bekas operasinya.
            Strategi yang dapat digunakan untuk menangani kasus diatas tidak hanya melibatkan pihak pemberi pelayanan medis tetapi juga melibatkan peran aktif masyarakat. Sebab angka kematian Bayi dan Ibu yang selama ini masih terjadi, padahal sosialisasi kepada masyarakat telah dilakukan adalah sebagian bukti kecil bahwa pelayanan kesehatan masih dalam kategori belum memuaskan. Upaya nyata yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan dilakukannya koordinasi yang baik. Komunikasi dua arah dan penerimaan yang baik adalah langkah awal keberhasilan program ini. Komunikasi yang dapat dilakukan salah satunya dengan dilakukannya pendekatan rempug segitiga strategis. Segitiga strategis yang dimaksud adalah elemen masyarakat sebagai pengguna dalam hal ini adalah ibu hamil dan keluarga, pamong/pemerintah desa, dan bidan desa. Rempug yang dilaksanakan di tingkat desa tidak terlepas dari suprasistem di atasnya seperti berkoordinasi dengan Puskesmas. Lalu puskesmas  memperoleh dukungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang berkoordinasi dengan Rumah Sakit Kabupaten/Kota, Badan/Bidang Keluarga Berencana, lintas sektor terkait dan LSM peduli kesehatan reproduksi serta pemerintah daerah kabupaten/kota. Pada tingkat kabupaten/kota terjadi proses rempug melalui koordinasi manajerial antara dinas kesehatan, rumah sakit, badan/bidang keluarga berencana, lintas sektor terkait dan LSM peduli kesehatan reproduksi (Sopacua, 2009).








BAB V
PENUTUP
A.  Simpulan
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan bersalin. Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan komponen dari prakarsa Safe Motherhood yang dicanangkan pada tahun 1987 oleh WHO untuk menurunkan kematian maternal. Tujuan Safe Motherhood dan Making Pregnancy Safer sama, yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Persalinan yang aman dan nyaman dan pelayanan obstetrik esensial adalah 2 pilar dari Safe Motherhood. Pada kasus yang telah dibahas, kematian ibu disebabkan oleh pelayanan yang buruk sebelum dan sesudah melahirkan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasiennya sehingga ibu meninggal pasca melahirkan karena perdarahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa 2 pilar Safe Motherhood yaitu persalinan yang aman dan nyaman dan pelayanan obstetri esensial belum dijalankan sehingga menyebabkan kematian ibu.

B.  Saran
1.    Bagi Masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuan mereka mengenai kehamilan yang sehat dan gejala-gejala kehamilan yang berisiko sehingga dapat mengatasi gejala-gejala tersebut dan tidak akan menjadi masalah yang serius di kemudian hari serta melaksanakan Gerakan Sayang Ibu dan upaya rempug desa.
2.   Bagi Keluarga
      Diharapkan kepada suami dan keluarga untuk meningkatkan peran serta dalam memberikan motivasi kepada ibu hamil sehingga mau mengakses pelayanan kesehatan maternal seperti Gerakan Sayang Ibu.


3.   Bagi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abunawas
      Diharapkan kepada rumah sakit agar membenahi sistem pelayanan di rumah sakit tersebut yaitu dengan cara mengevaluasi prosedur kerja dari tenaga kesehatan yang ada di RSUD Abunawas agar kasus kejadian tersebut tidak akan terjadi di kemudian hari serta menambah sumber daya berupa tenaga kesehatan yang terlatih dan fasilitas yang memadai.
4.   Bagi Pemerintah
      Diharapkan bagi pemerintah agar menyediakan pelayanan kesehatan maternal atau menyelenggarakan penyuluhan tentang kehamilan yang sehat agar para ibu hamil dapat menjaga kesehatan kehamilannya. Pemerintah juga harus mengevaluasi kinerja-kinerja prosedur kerja dari rumah sakit agar rumah sakit dapat melakukan kegiatannya sesuai standar yang telah ditentukan pemerintah.



















DAFTAR PUSTAKA

Maine, Deborah dkk. 1999. The Safe Motherhood Initiative: Why Has It Stalled?. American Journal Of Public Health. Vol. 89, No. 4, April 1999.

Maulidia, Rahmah. 2012. Lack of Education Safe Motherhood in Girls Boarding School in Ponorogo. Conference Proceedings. Annual International Conference on Islamic Studies.

Nur, Wahyuniati dkk. 2009. Pregnancy Related Infection in Indonesia. Jur. Peny Mlr Indo. Vo. 1, No. 1, 2009, Halaman 20-28.

Sopacua, Evie. 2009.  Akselerasi Penurunan Angka Kematian  Ibu  Menggunakan
Pendekatan Rembug Melalui Strategi Segitiga Pengaman. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 25, No. 4, Desember 2009, Halaman 195-201.

Wahidah, Nor dkk. 2006. Making Pregnancy Safer Policy Implementation In Banjar District, South Kalimantan Province. Working Paper Series No. 4 November 2006, First Draft. Yogyakarta: UGM.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar