Sumber: Drs.
Argyo Demartoto, M.Si
Pelayanan
kesehatan sebagai dimensi stratifikasi
Penstratifikasian penduduk bukan hanya perbedaan peranan dibidang
ekonomi tetapi kriteria lainnya adalah
berdasarkan latar belakang pendidikan, pemilikan rumah, pemilikan alat transportasi,
dan juga pelayanan kesehatan (Miller dan Roby, 1970). Pelayanan dibidang kesehatan merupakan salah satu dimensi
stratifikasi yang tidak dapat dipengaruhi kaum
kapitalis. Dalam kedokteran Amerika dikenal dua sistem kelas ( Kosa dkk,1969 ;
Waiztkin, 1971). Orang berpenghasilan rendah yang sulit mendapatkan
kesejahteraan dibidang kesehatan dan orang
kaya akan dengan mudah mendapatkan pelayanan yang baik dan berkelas dibidang
kesehatan.
Stratifikasi dalam sistem kesehatan
Terdapat
tiga dasar stratifikasi dalam institusi kedokteran yaitu :
1. PROFESIONALISME : ( Freidson, 1970a : 45 ) orang – orang yang
terlatih dalam profesi tertentu, yang memiliki keahlian untuk menilai
aspek–aspek teKnik kedokteran. Karena adanya otonomi ini maka dokter dapat
mendominasi pembagian kerja dalam bidang kedokteran, wewenang tersebut dapat
diperluas pada aspek–aspek social, ekonomi dari pelayanan kesehatan. Wewenang
yang dimiliki dokter pada umumnya didasarkan atas pertimbangan rasional (Weber,
1964 : 324–429 )
2. ELITISME : elitisme dibidang kedokteran membuat para dokter
mengambil pendidikan spesialisasi, dan juga bekerja pada rumah sakit yang
biasanya telah dipenuhi oleh tenaga ahli, sehingga rumah sakit yang seharusnya
membutuhkan tenaga ahli malah tidak memperolehnya. Implikasi elitisme meluas
sehingga akibatnya mereka cenderung bekerja untuk rumah sakit – rumah sakit
besar. Dan sebaliknya bagi dokter – dokter yang tidak memiliki kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan spesialisasi yang bekerja pada tempat yang jauh
menyebabkan kualitas pelayanan mereka
buruk pada pasien.
3. KETERBATASAN KOMUNIKASI DAN STRATIFIKASI MEDIS : ( stratifikasi dan
penyembunyian informasi ) adanya jurang kompetensi merupakan suatu sumber stratifikasi
dalam bidang kesehatan, ketidak tahuan pasien merupakan salah satu potensi
pemerasan, Freidson mengatakan bahwa posisi khusus dokter akan terancam bila
tindakan dan keputusannya harus jelas dan dibenarkan oleh pasien. Desakan untuk
mempercayai merupakan cara agar pasien pasrah saja pada dokter, ini memungkinkan
dokter mempertahankan bahwa merekalah yang berwenang dalam pengetahuan
tersebut. Kemampuan dokter dalam mengotrol dan memanipulasi inilah yang bertentangan
dengan hubungan dokter – pasien.
Ketidakpastian pasien dan
kekuasaan dokter
Untuk menjelaskan dokter mempertahankan ketidakpastian pasiennya,
perlu
dipertimbangkan teori tentang sumber kekuasaan dokter
: bahwa kemampuan dokter untuk mempertahankan
kekuasannya terhadap pasien dalam hubungan dokter – pasien tergantung pada kemampuan dokter itu dalam mengontrol ketidakpastian
pasien. Dalam suatu pembahasan tentang fungsi
sosial dari ketidaktahuan, Moore dan Tumin mengemukakan
bahwa ketidaktahuan konsumen terhadap suatu pelayanan khusus dapat membantu
melindungi posisi dari pemberi pelayanan. Implikasi disini adalah bahwa posisi
spesialis mungkin dalam bahaya bila pasien menjadi dokter (Moore dan Tumin,
1949 : 789).
Penyuluhan pada orang lain
dalam keadaan terpaksa
Mengingat stratifikasi medis ada kaitannya dengan ketidaktahuan,
maka perubahan dalam sistem kesehatan
memerlukan perubahan dalam penyampaian informasi. Proses penyampaian informasi haruslah dilakukan jujur, terperinci,
dan berorientasi manusiawi sangatlah penting pada penyuluhan, karena pasien
biasanya jarang meminta informasi terperinci dari dokter dan mereka jarang
meminta dokter untuk melakukan sesuatu, serta jarang menyatakan sesuatu agar
diperhatikan dokter (Cartwright, 1957 : 223). Freire membahasnya dalam konteks
penyuluhan didunia ketiga sebagai berikut : “masalah yang dihadapi dalam
penyuluhan atau pendidikan adalah mengatasi dominasi pada manusia agar terdapat
emansipasi, masalah yang dihadapi dalam penyuluhan bukan, dan tidak dapat dilakukan
dengan paksaan (1970 : 74, 128) ”.
Peran pendidik kesehatan terhadap perubahan perilaku
Menurut Blum (1974), perilaku itu lebih besar perannya dalam
menentukan pemanfaatan sarana kesehatan, dibandingkan dengan penyediaan sarana kesehatan
itu sendiri. Pengalaman menunujukan bahwa penyediaan dan penambahan sarana
pelayanan tidaklah selalu diikuti oleh peningkatan pemanfaatan sarana sarana
tersebut. Misalnya, beberapa studi menunjukan bahwa puskesmas dan posyandu di
daerah daerah tertentu tidaklah dimanfaatkan secara optimal (ministry of health, 1987; rasyid, dkk,
1988; sitohang & adi, 1989). Oleh karena itu jika kita menginginkan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka kita harus bersedia dan mampu
mengubah perilaku masyarakat.
Perubahan sosial yang terjadi
Berdasarkan lingkungan eksternal yang berubah menuntut perubahan mind-set
tenaga
kesehatan
yaitu :
1.
Globalisasi dan teknologi
manusia,
2.
Keadaan hiperkompetitif,
terutama di perkotaan,
3.
Enam belas juta warga
Indonesia berstandar sama dengan kelas atas penduduk Singapura,
4.
Pemain asing yang efisien,
reputasi tinggi, berpengalaman, dan dipersepsi excellent,
5.
Konsumen makin cerdas dan
tercerahkan, serta
6.
Tuntutan dokter lebih bisa
diakses, terutama oleh menengah ke bawah.
Pengertian
perubahan sosial menurut beberapa tokoh diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Selo Soemarjan.
Perubahan sosial adalah segala
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantaranya kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
2.
Kingsley Davis. Perubahan
sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat.
3.
Gillin. Perubahan-perubahan
sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik
karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi
penduduk, ideology, maupun karena penemuan-penemuan baru dalamasyarakat.
Proses-proses
pada perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri-ciri tertentu antalain:
Tidak ada masyarakat yang
berhenti perkembangannya karena setiap masyarakamengalami perubahan yang
terjadi secara lambat ataupun cepat.
Perubahan yang terjadi pada
lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan- perubahan pada
lembaga sosial lainnya.
Perubahan-perubahan sosial
secara cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara
karena berada dalam proses penyesuaian diri.
Perubahan-perubahan tidak
dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spirit saja karena kedua
bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
Secara
tipologi perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai :
Suatu proses sosial, baik
yang terkait dengan struktur maupun personil.
Segmentasi, yaitu ketika ada
pemisahan dalam struktur dan/atau perbedaan kuali dari setiap unit.
Perubahan struktur dapat
terjadi pada perubahan struktur kelompok. Misalnya komposisi dan hubungan antar
kelompok.
Sumber dari sebab-sebab perubahan sosial terletak di dalam dan
luar masyarakat. Sebab-sebab yang bersumber dari dalam masyarakat antara lain
bertambah atau berkurangnya penduduk, adanya penemuan-penemuan baru yang ada
dalam masyarakat, adanya pertentangan (konflik) masyarakat yang mungkin pula
menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan, serta terjadinya
pemberontakan atau revolusi. Sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat
antara lain yang berasal dari lingkungalam fisik yang ada di sekitar manusia,
peperangan, dan pengaruh kebudayaan
masyarakat dan lain-lain.
Referensi:
Sarwono, Solita. 1997. Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar