Rabu, 18 November 2015

Acara 2 Pemeriksaan Boraks Pada Makanan



A.    Latar Belakang
Pola hidup atau gaya hidup masyarakat akhir-akir ini menghendaki segala sesuatu serba cepat dan praktis. Salah satunya adalah di dalam penyediaan makanan yang dikonsumsi seperti otak-otak. Otak-otak dapat dikategorikan ke dalam makanan jajanan yang banyak diminati oleh kaum anak-anak hingga orang tua. Keunggulan dari makanan jajanan tersebut adalah mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau dan dapat dimakan secara langsung maupun diolah terlebih dahulu untuk dijadikan tambahan lauk. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan makanan jajanan tersebut menggunakan bahan pengawet yang dilarang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan dan disamping itu telah terkontaminasi bakteri (Harsojo dkk, 2012).
Otak-otak merupakan salah satu makanan jajanan yang dikategorikan makanan jajanan tradisional dan terbuat dari ikan, kemudian dihaluskan dan dibumbui selanjutnya daging ikan dibungkus dan dipanggang dalam balutan daun pisang. Jajanan di sekolah sebenarnya diperlukan sebagai makanan tambahan anak. Akan tetapi, banyak jajanan yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan sehingga membahayakan kesehatan jutaan anak Sekolah Dasar. Kehadiran pedagang jajanan anak di sekolah seharusnya tidak dimatikan karena mempunyai peranan dalam menunjang perekonomian terutama bagi sektor informal (Harsojo dkk, 2012).

Acara 1 Pengambilan Sampel



A.    Latar Belakang
Makanan memiliki arti penting dalam kehidupan manusia. Selain menyediakan zat-zat yang diperlukan untuk sumber tenaga dan pertumbuhan, makanan juga menyediakan zat-zat yang diperlukan untuk mendukung kehidupan tubuh yang sehat. Karena itu untuk meningkatkan kehidupan manusia diperlukan adanya persediaan makanan yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas, selain mengandung semua zat yang diperlukan oleh tubuh makanan juga harus memenuhi syarat keamanan (Suryani, 2014). 
Makanan yang aman merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Dalam Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Penyakit yang ditimbulkan karena pangan yang tercemar telah menjadi masalah di dunia. Berdasarkan analisis data yang berhasil dihimpun saat ini, kasus-kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease) atau keracunan makanan masih cukup tinggi tahun (Amelia dkk, 2014).
Peningkatan kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan melalui kegiatan peningkatan sanitasi, dasar kondisi fisik dan biologis yang tidak baik termasuk berbagai akibat sampingan pembangunan. Sanitasi dasar meliputi penyehatan air bersih, penyehatan pembuangan kotoran, penyehatan lingkungan perumahan, penyehatan air buangan/limbah, pengawasan sanitasi tempat umum dan penyehatan makanan dan minuman (Hiswani, 2003).
B.     Tujuan

Kewirausahaan PLAN (BUGURU) BUBUR GURAMEH UENAK



1.      Ringkasan Ekesekutif
Masyarakat pada umumnya dapat mengolah ikan gurame menjadi berbagai macam makanan, seperti ikan gurame bakar, gurame asam manis, gurame goreng, dan lain-lain. Bubur adalah bentuk olahan campuran antara nasi dan air, dengan komposisi bahan cair yang lebih banyak daripada bahan padat.Umumnya bubur yang dikonsumsi oleh masyarakat menggunakan daging ayam, kacang kedelai, daun seledri, serta kerupuk sebagai bahan pelengkap. Akan tetapi, bahan baku campuran bubur yang berupa daging ayam tidak dapat dipastikan keamanannya, karena saat ini banyak kasus penjualan ayam potong tiren. Usaha untuk mencegah hal tersebut, maka ikan gurame adalah salah satu alternatif untuk menggantikan fungsi daging dalam bubur tersebut.
Alternatif tersebut mampu memenuhi kebutuhan konsumsi ikan yang kaya protein bagi masyarakat. Pada umumnya, masyarakat enggan mengkonsumsi ikan gurame karena harganya yang mahal, padahal tubuh kita butuh kandungan protein sekitar 25-40 gr protein setiap hari untuk anak- anak, sedangkan orang dewasa 50-80gr protein setiap hari. Ikan gurame memiliki kadar protein yang sangat tinggi dan kandungan lemak yang rendah, dengan kisaran 19% protein dan hanya 2,2% kandungan lemak, dan sementara sekitar 70% sisanya terdiri dari vitamin, serat, dan air. Selain itu, ikan gurame juga mengandung asam lemak, omega 3, omega 6, dan omega 9 yang mana semua itu tidak terdapat pada daging ayam. Adanya bubur gurame di Purwokerto, diharapkan kebutuhan masyarakat akan makanan kaya protein dengan harga terjangkau dapat terpenuhi.
Potensi pengembangan dan pengolahan pun sangat menjanjikan karena mudahnya cara budidaya ikan gurame, harga jual yang stabil dan permintaan yang terus meningkat menjadi salah satu faktor banyaknya bermunculan budidaya ikan gurame. Ikan gurame memiliki cita rasa yang gurih dan tekstur daging yang tidak lembek.Tidak hanya itu, jenis ikan ini juga termasuk ikan yang aman dikonsumsi anak-anak, karena duri yang ada pada ikan ini hanya ada di bagian tengah saja, durinya pun berukuran besar-besar sehingga mudah dilihat, dan meminimalkan risiko tertelan duri ikan. Protein yang terkandung pada ikan gurame dipercaya sangat bagus untuk perkembangan tubuh dan daya pikir.

Konsep Dasar Safe Motherhood dan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS)



TUGAS TERSTRUKTUR KESEHATAN MATERNAL

Konsep Dasar Safe Motherhood dan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS)


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
William Farr, registrar umum pertama Inggris dan Wales, mengajukan pertanyaan tentang kematian ibu di Inggris pada tahun 1838. Satu setengah abad kemudian, pertanyaan tersebut belum terjawab. Risiko kematian saat melahirkan sekarang sangat sedikit di negara industri, sedangkan di sebagian besar Afrika, Asia dan Amerika Latin kematian ibu masih sering terjadi. Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 585.000 perempuan meninggal setiap tahun. Hampir semua kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Saat ini, di Afrika Barat diperkirakan 1 dari 12 wanita akan terjadi kematian pada ibu, dibandingkan dengan Eropa Utara yakni 1 dari 4000 wanita (Maine, 1999).
Mortalitas dan morbiditas akibat maternal masih merupakan masalah utama di Indonesia. Indonesia tidak mempunyai sistem statistik untuk mengumpulkan informasi secara langsung untuk indikator-indikator ini. Berbagai penelitian mengenai mortalitas menunjukkan angka kematian maternal yang relatif tinggi yaitu 450/100.000 kelahiran hidup dalam sebuah survei yaitu survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di 7 provinsi (1985), 404/100.000 kelahiran hidup dalam SKRT di 27 provinsi (1992), 384/100.000 kelahiran hidup (1995) dan 390/100.000 kelahiran hidup dalam survey demografi dan kesehatan Indonesia (1994). Semua survey menunjukkan bahwa rasio mortalitas (MMR) dalam 10 tahun hanya terdapat perubahan yang kecil (Wahyuniati, 2009).
Masih begitu sedikit kemajuan penurunan kematian maternal, penyebabnya tidak terletak pada kurangnya pengetahuan. Lima penyebab utama kematian ibu di negara-negara berkembang, 3 diantaranya yaitu perdarahan, gangguan infeksi dan hipertensi. Penyebab utama lain dari kematian ibu di negara berkembang yaitu gangguan pada saat melahirkan dan komplikasi dari aborsi (Maine, 1999).

POLA PERENCANAAN KB DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI RASIONAL




TUGAS TERSTRUKTUR KESEHATAN MATERNAL

POLA PERENCANAAN KB DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI RASIONAL
 
 
BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dewasa ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Kesehatan Reproduksi adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994). Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.
Dengan demikian pengendalian kependudukan  telah bergeser ke arah yang lebih luas, yang meliputi pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksinya, kesetaraan dan keadilan gender, pemberdayaan perempuan dan penanggulangan kekerasan berbasis gender, serta tanggung jawab laki-laki dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi.
Paradigma baru ini berpengaruh besar antara lain terhadap hak dan peran perempuan sebagai subyek dalam ber-KB. Perubahan pendekatan juga terjadi dalam penanganan kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, serta kesehatan reproduksi usia lanjut, yang dibahas dalam konteks kesehatan dan hak reproduksi. Dengan paradigma baru ini diharapkan kestabilan pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai dengan lebih baik.
Keluarga Berencana (KB) memungkinkan individu dan pasangan-pasangan untuk mengantisipasi dan memperoleh jumlah anak yang mereka inginkan dan mengatur waktu kelahiran anak. Ini dapat dicapai dengan penggunaaan metode kontrasepsi dan pengobatan infertilitas secara sukarela. Kemampuan perempuan untuk menentukan jarak dan membatasi kehamilannya akan memberikan dampak langsung terhadap kesehatan dan kesejahteraannya sekaligus terhadap hasil akhir dari setiap kehamilan. Pemakaian metode KB berpotensi untuk menghindari 32% dari semua kematian ibu dan hampir 10% kematian anak, sekaligus menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan.
Selain itu, penggunaan metode KB berperan terhadap pemberdayaan perempuan, pendidikan dan stabilitas ekonomi. Terkait dengan risiko kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan, infeksi menular seksual (IMS) termasuk human immunodeficiency virus (HIV), dan aborsi tak aman, seks tanpa pelindung dan seks tidak aman merupakan faktor risiko kedua untuk kecacatan dan kematian di masyarakat-masyarakat termiskin di dunia. Metode KB merupakan cara yang aman, efektif dan murah untuk disediakan.

Rheumatoid Arthritis



Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial. Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,

Hipertensi, Rheumatoid Arthritis, Filariasis, Faringitis



Hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal (Kabo, 2010). The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) menyatakan bahwa seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih (Davis, 2004). Hipertensi adalah faktor risiko keempat dari enam faktor risiko terbesar penyebab penyakit kardiovaskuler (Hahn & Payne, 2003).
Penderita hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung, Paru, dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya (Bare &Smeltzer, 2002). Orang yang sudah menyadari hipertensi pada dirinya hanya melakukan sedikit tindakan untuk mengontrolnya, dimana hanya 27% pasien hipertensi yang mengontrol tekanan darahnya secara adekuat (Hahn & Payne, 2003). Pasien baru menyadari kondisinya jika hipertensi sudah menimbulkan komplikasi pada jantung, penyumbatan pembuluh darah, hingga pecahnya pembuluh darah di otak yang berakibat kematian. Hal inilah yang membuat hipertensi dikenal sebagai the silent killer yang berdampak pada tingginya angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.

ASMA BRONKHIAL



TUGAS TERSTRUKTUR

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

ASMA BRONKHIAL
 

BAB I PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit yang sudah ada sejak jaman Hipprocates yang merupakan penyakit pernapasan berat. Orang Yunani sudah menyebutnya sebagai penyakit asma yang artinya terengah-engah. Asma bronkial adalah penyakit yang ditandai dengan obstruksi jalan napas (penyempitan saluran napas) yang reversibel tetapi tidak sepenuhnya sehingga dalam beberapa pasien baik secara spontan maupun dengan pengobatan, peradangan saluran napas dan saluran napas hyperresponsiveness ke berbagai rangsangan (D Behera, 2005).
Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan pengendalian faktor resiko penyakit. Pengobatan penyakit asma pada kondisi kronis membutuhkan perawatan yang terus-menerus, sedangkan pasien dengan asma sedang sampai berat harus minum obat jangka panjang setiap hari (D Behera, 2005). Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan, mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma bronkial dibedakan antara faktor–faktor yang menginduksi inflamasi dan menimbulkan penyempitan saluran nafas dan hiperaktivitas (inducers) dengan faktor yang dapat menimbulkan konstriksi akut pada penderita yang sensitif (inciters). Pada klasifikasi ini, asma terbagi menjadi 2 macam, yaitu asma ekstrinsik dan asma intrinsik. Asma Ekstrinsik, sebagian besar ditemukan pada pasien anak. Jenis asma ini disebabkan oleh alergen. Asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas. Faktor yang non spesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi, dapat memicu serangan asma. Asma intrinsik cenderung lebih lama berlangsung dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Asma intrinsik ini lebih sering timbul pada individu yang usianya di atas 40 tahun.

Rabu, 27 Mei 2015

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN MANAJEMEN PUSKESMAS



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam tahapan hidup manusia.Dengan kondisi yang sehat, manusia dapat melakukan aktivitas sehari-harinya dengan baik, tanpa terganggu oleh kesehatan tubuh yang kurang optimal. Masyarakat di Indonesia masih terbilang terbelakang dalam hal menjaga kesehatan, mereka masih kurang menyadari akan pentingnya untuk menjaga kesehtan diri, keluarga dan lingkungannya, yaitu memahami akan pentingnya promotif dan preventif atau lebih kita kenal dengan lebih baik mencegah daripada mengobati. Dengan kurangnya kesadaran tersebut mengakibatkan masyarakat di Indonesia terutama masyarakat  awam sangatlah mudah untuk terjangkit penyakit. Melihat semua masalah kesehatan tersebut, perlu adanya perbaikan dibidang kesehatan. Untuk itu, sangatlah perlu terselengaranya berbagai upaya kesehatan, baik upaya kesehatan  perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan. Yang hal tersebut merupakan salah satu fungsi dari puskesmas, sehingga untuk memperbaiki kesehatan masyarakat tersebut,  perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik agar puskesmas benar-benar berfungsi sesuai dengan tugasnya.
Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien.Sehingga terciptalah masyarakat yang sehat dan produktif.Tidak gampang terjangkit penyakit dan selalu menjaga kesehatannya dengan baik (Efendi, 2009).

Soal Deskriptif dan Analitik




PG
1.      Apa saja jenis desain studi epidemiologi?
a.       Krosektional dan analitik
b.      Deskriptif dan analitik
c.       Kohort  dan  Krosektional
d.      Kasus Kontrol dan Kohort
2.      Jenis desain studi epidemiologi apakah yang mempelajari determinan studi penyakit di populasi?
a.       Deskriptif
b.      Kasus Kontrol
c.       Analitik
d.      Krosektional
3.      Apa saja yang termasuk variable dalam epidemiologi deskriptif?
a.       Who,When,Where
b.      How,Why,Who
c.       When,Why,How
d.      Where,How,Why

Imunisasi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Lingkungan kita mengandung bermacam-macam agen infeksi , seperti virus, jamur dan parasite, dengan ukuran , bentuk dan sifat yang berbeda beda. Banyak dari agen ini dapat menyebabkan kerusakan patologis dan akhirnya membunuh hospes jika penyebarannya tidak dihambat. Pada idividu normal, sebagian besar infeksi berlangsung dalam jangka waktu terbatas dan menyebabkan sedikit sekali kerusakan permanen karena sistem imun melawan agen infeksi dan mengendalikan atau melenyapkannya sebelum mendapatkan tempat berpijak. Perlu ditekankan bahwa fungsi primer sistem imun adalah melenyapkan agen infeksi dan meminimalkan kerusakan yang terjadi. Imunisasi(vaksinasi) merupakan aplikasi prinsip prinsip imunologi yang paling terkenal dan paling berhasil terhadap kesehatan manusia (wahab, 2002).
Sejarah Imunisasi di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19 yang dilaksanakan untuk pemberantasan penyakit cacar. Program Imunisasi di Indonesia memiliki sejarah panjang dan telah mencapai banyak keberhasilan selama empat dekade terakhir. Imunisasi berasal dari kata imun yang berasal dari bahasa latin, immunitas yang berarti pembebasan atau kekebalan. Imunisasi adalah salah satu upaya tindakan medis yang paling efektif dan efisien. Imunisasi merupakan teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran oleh Katz (1999) dikatakan imunisasi adalah “sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan para ilmuwan di dunia ini” (wahab, 2002).
Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya: batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak(Press Release Simposium, 2010).
Imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, poliodan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population immunity). Program Imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih. Saat ini Indonesia masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011). Walaupun program imunisasi telah dibuktikan sebagai tindakan pencegahan yang paling cost-effective, tingkat imunisasi remaja masih rendah dibandingkan dengan imunisasi yang dilakukan pada bayi dan anak-anak (Lee et al. 2008).Program imunisasi remaja telah direkomendasikan sejak tahun 1996, tetapi diestimasikan 35 juta remaja diseluruh dunia belum divaksinasi secara adekuat (Oster et al, 2005).

Tuberkulosis




I.         Tuberkulosis
A.       Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis perkijuan (Depkes RI, 2002).
 Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), yang menyerang terutama paru dan disebut juga tuberkulosis paru. Bila menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa tahun.

Pengertian Penyakit Menular



Penyakit Menular Adalah Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui vector atau melalui lingkungan.

RESUME EPIDEMIOLOGI MEASURES “CASE FATALITY”



Profil Pasien
Seorang pekerja tua kilang minyak laki-laki 60 tahun mengalami sesak napas dan mimisan. Pada pemeriksaan fisik, ia terlihat pucat dan denyut nadinya tinggi hingga 110 denyutan per menit. Hematokrit Nya adalah 20% (rendah), menunjukkan anemia, jumlah sel darah putih adalah 15.00 / uL (rendah), dan pemeriksaan darah tepi melaporkan myeloblast tidak normal. Dia dirawat di rumah sakit karena diduga leukimia mielositik akut. Diagnosis dikonfirmasi dan dimulai kemoterapi. Sekitar 3 minggu setelah masuk, suhu tubuh pasien naik tiba-tiba ke 39°C dan jumlah granulosit nya turun menjadi 100/uL (abnormal rendah). Walaupun tidak ada sumber infeksi yang jelas, kultur diperoleh dari darah dan urin, dan antibiotik diberikan untuk menutupi berbagai infeksi potensial. Hasil pemeriksaan kultur ini menjelaskan adanya Staphylococcus aureus dalam darah.
Pendahuluan
Pentingnya penilaian risiko yang jelas di dalam profil pasien. Antibiotik diberikan kepada pasien bahkan sebelum penyebab infeksi demam diidentifikasi. Setiap keputusan pengobatan melibatkan menyeimbangkan risiko dan manfaat.