A.
Latar
Belakang
Pola hidup atau gaya hidup masyarakat akhir-akir ini
menghendaki segala sesuatu serba cepat dan praktis. Salah satunya adalah di
dalam penyediaan makanan yang dikonsumsi seperti otak-otak. Otak-otak dapat
dikategorikan ke dalam makanan jajanan yang banyak diminati oleh kaum anak-anak
hingga orang tua. Keunggulan dari makanan jajanan tersebut adalah mudah
diperoleh dengan harga yang terjangkau dan dapat dimakan secara langsung maupun
diolah terlebih dahulu untuk dijadikan tambahan lauk. Akan tetapi, tidak
tertutup kemungkinan makanan jajanan tersebut menggunakan bahan pengawet yang
dilarang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Bahan
Tambahan Makanan dan disamping itu telah terkontaminasi bakteri (Harsojo dkk, 2012).
Otak-otak merupakan salah satu makanan jajanan yang
dikategorikan makanan jajanan tradisional dan terbuat dari ikan, kemudian
dihaluskan dan dibumbui selanjutnya daging ikan dibungkus dan dipanggang dalam balutan
daun pisang. Jajanan di sekolah sebenarnya diperlukan sebagai makanan tambahan
anak. Akan tetapi, banyak jajanan yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan
sehingga membahayakan kesehatan jutaan anak Sekolah Dasar. Kehadiran pedagang
jajanan anak di sekolah seharusnya tidak dimatikan karena mempunyai peranan
dalam menunjang perekonomian terutama bagi sektor informal (Harsojo dkk, 2012).
Dalam
pembuatan otak-otak, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang.
Salah satu diantaranya adalah penggunaan boraks. Bahan ini banyak digunakan
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan berbagai makanan, misalnya bakso, mie basah, siomay, otak-otak dan gendar. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan
pangan selain bertujuan untuk mengawetkan makanan juga bertujuan agar makanan
menjadi lebih kompak (kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan. Dengan
jumlah sedikit saja telah dapat memberikan pengaruh kekenyalan pada makanan
sehingga menjadi lebih legit, tahan lama, dan terasa enak di mulut.
Boraks
bersifat toksik untuk semua sel dan jaringan termasuk ginjal. Dapat menimbulkan
radang pada saluran pencernaan, degenerasi/pengecilan hati, pembengkakan pada
otak (Harsojo dkk, 2012).
B.
Tujuan
Mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada makanan.
C.
Tinjauan Pustaka
Boraks adalah garam Na tetra borat (Na2B4O7.10H2O)
yang nama pasarnya dikenal dengan garam bleng, pijer, air bleng dan banyak
digunakan dalam berbagai industri non pangan, boraks memiliki khasiat
antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme).
Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles
mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan
solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Ubaidillah,2005).
Maraknya kasus
zat pengawet makanan pada mie, tahu, dan ikan asin sungguh memprihatinkan.
Masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang
dilarang dalam masyarakat. Salah satu di antaranya adalah penggunaan boraks.
Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan berbagai
makanan, misalnya bakso, mie basah, siomay, dan gendar.
Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 722/MENKES/PER/IX/88 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1168/MENKES/PER/X/ 1999 disebutkan ada 10 bahan yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya dan dilarang penggunaannya dalam makanan. Di antara bahan-bahan
tersebut adalah asam borat dan senyawa-senyawanya. Penggunaan boraks sebagai
bahan tambahan pangan selain bertujuan untuk mengawetkan makanan juga bertujuan
agar makanan menjadi lebih kenyal teksturnya dan memperbaiki penampilan dari
makanan. Penambahan boraks dalam jumlah sedikit saja dapat memberikan pengaruh
kekenyalan pada makanan sehingga menjadi lebih legit, tahan lama, dan terasa
enak di mulut.
Boraks biasanya
bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf
pusat, ginjal dan hati. Jika terkena dengan kulit dapat menimbulkan iritasi.
Dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal.
Boraks apabila terdapat pada makanan, maka dalam waktu jangka lama walau hanya
sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) dalam otak, hati, ginjal dan
jaringan lemak. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi,
kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan,
kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian
(Ubaidillah, 2005).
Penting
diketahui bahwa selain lewat mulut, boraks bisa masuk ke dalam tubuh lewat
membran mukosa dan permukaan kulit yang luka. Skipworth pernah melaporkan bahwa
keracunan asam borat bisa terjadi gara-gara bedak tabur mengandung boraks.
Kerena itu disarankan agar bedak tabur untuk anak-anak tidak mengandung asam
borat lebih dari 5%.
D.
Metode
Pemeriksaan dengan menggunakan metode Tes Kit Boraks. Prinsip kerja
yaitu melihat ada atau tidaknya perubahan warna
kemerahan pada kertas Curcuma
1.
Alat
a. Timbangan
Analitik
b. Mortar
dan Cawan porselin
c. Pipet
ukur dan Filler
d. Tabung
reaksi dan Rak tabung
e. Sendok
2.
Bahan
a. Sampel
makanan (Otak-otak)
b. Pereaksi
I Boraks
c. Pereaksi
II Boraks (Kertas Curcuma)
d. Aquades
3.
Cara Kerja
2- 3 ml Aquades à
tambah 10-20 tetes Pereaksi I
|
Kocok dengan hati-hati ±
1 menit
|
Celupkan ujung kertas Curcuma
|
Biarkan 10 menit
|
Hasil à
Lihat perubahan warna à merah/kemerahan
|
Ambil 1 gr sampel yang telah
dihaluskan
|
E.
Hasil
Kertas
Curcuma berwarna kemerahan berarti sampel otak-otak positif mengandung boraks.
F.
Pembahasan
Praktikum pemeriksaan boraks bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada makanan. Pemeriksaan yang
digunakan adalah dengan metode Curcuma dengan Boraks Kit yang prinsip kerjanya
adalah melihat perubahan warna kemerahan pada kertas curcuma. Kelebihan dari
Boraks kit yaitu lebih simpel/mudah dan langsung dapat dilihat hasilnya.
Sedangkan kelemahan dari boraks kit adalah tidak dapat mendeteksi boraks dalam
kadar yang rendah. Hasil praktikum menunjukkan kertas Curcuma berwarna
kemerahan berarti sampel otak-otak positif mengandung boraks.
Boraks merupakan salah satu dari jenis
bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Ciri-ciri
makanan yang mengandung boraks adalah makanan bertahan lama, tidak menjamur
meskipun disimpan ditempat yang terbuka, tidak mudah busuk atau rusak dan
teksturnya kenyal. Dampak buruk bagi kesehatan dari boraks yaitu menyebabkan
iritasi saluran cerna yang ditandai dengan sakit kepala, pusing, muntah, mual,
diare, penyakit kulit yakni kemerahan pada kulit, diikuti dengan terkelupasnya
kulit ari. Gejala lebih lanjut ditandai dengan badan terasa lemah, kerusakan
ginjal, pingsan, bahkan shock dan kematian bila tertelan 5-10 gr boraks.
Dalam
dosis cukup tinggi dalam tubuh, akan menyebabkan timbulnya gejala
pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, sianosis, kompulsi. Pada anak kecil
dan bayi bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan
kematian, sedangkan untuk orang dewasa kematian terjadi pada dosis 10-20 gram
atau lebih (Amir dkk,
2014).
Boraks biasanya
bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf
pusat, ginjal dan hati. Jika terkena dengan kulit dapat menimbulkan iritasi.
Dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal.
Boraks menimbulkan efek racun pada manusia, toksisitas boraks yang terkandung
di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks apabila
terdapat pada makanan, maka dalam waktu jangka lama walau hanya sedikit akan
terjadi akumulasi (penumpukan) dalam otak, hati, ginjal dan jaringan.
lemak. Pemakaian dalam
jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan
berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia,
kejang, pingsan, koma bahkan kematian. Pada anak kecil dan bayi bila dosis
dalam tubuhnya sebanyak 3-6 gram atau
lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan untuk orang dewasa kematian terjadi
pada dosis 15-20 gram atau lebih (Ubaidillah,2005).
Makanan olahan berupa otak-otak mudah dijumpai
dimana-mana dan disukai dari anak-anak hingga orang tua. Makanan otak-otak sering
dijumpai juga dijajakan di sekolah-sekolah sebagai jajanan anak sekolah yang
harganya relatif murah sehingga terjangkau dari uang saku anak sekolah. Seiring
dengan kenaikan harga kebutuhan pokok karena melambungnya harga bahan bakar
dunia, menyebabkan sebagian masyarakat cenderung menyederhanakan menu makanan
dan ingin bahan makanan yang dijajakan atau dibeli lebih awet (Harsojo dkk, 2012).
Disisi lain para pelaku usaha juga berusaha menekan
biaya produksi dengan mencari bahan pengawet yang murah tanpa menghiraukan
keamanan pangan. Hasil pemantauan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
belakangan ini ada penurunan kualitas sejumlah bahan pangan. Jika semula
produsen hanya memperkecil produk yang dijual, maka sekarang banyak produsen
mengurangi kualitas produk yang dijual dengan mengganti bahan baku produk
meskipun ini akan merugikan konsumen (Harsojo dkk, 2012).
Keamanan makanan
merupakan masalah yang harus mendapatkan perhatian khusus dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan secara keseluruhan. Salah satu masalah keamanan makanan di
Indonesia adalah masih rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab
produsen pangan tentang mutu dan keamanan makanan, terutama pada industri kecil
atau industri rumah tangga. Kontrol resmi (inspeksi dan analisis sampel
makanan) tidak mungkin diterapkan ditingkat rumah tangga dan tindakan tersebut
juga memiliki keterbatasan pada industri kecil dan industri rumah tangga. Hal
ini sering menyebabkan produsen di industri rumah tangga menambahkan zat-zat
kimia berbahaya kedalam makanan untuk tujuan tertentu. Hal
ini menyebabkan produsen sering menambahkan bahan kimia ke dalam produk
makanan, salah satunya boraks. Konsumsi boraks dapat menyebabkan mual, muntah,
kanker bahkan kematian (WHO, 2006).
Departemen
Kesehatan dan BPOM selama ini telah bekerja keras untuk mensosialisasikan bahan
tambahan makanan yang diperbolehkan dan dilarang penggunaannya pada makanan dan
minuman kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih mengetahui dan
menyadari tentang dampak buruk penggunaan bahan tambahan makanan yang dilarang
terhadap kesehatan tubuh. Hal ini tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan
dengan acuan UU No.23/1992 tentang kesehatan yang menekankan aspek keamanan dan
UU No. 7/1996 tentang pangan. Selain mengatur aspek keamanan mutu dan gizi,
juga mendorong terciptanya pedagang yang jujur dan bertanggungjawab serta
terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan
masyarakat (Cahyadi, 2009).
G.
Kesimpulan
Hasil
Pemeriksaan Boraks dengan prinsip kerja Tes kit Boraks menunjukkan perubahan
pada kertas curcuma menjadi berwarna kemerahan artinya pada bahan makanan
Otak-otak terbukit positif mengandung boraks.
H.
Daftar
Pustaka
Amelia,
R; Endrinaldi; Zulkarnain Edward . 2014. Identifikasi dan Penentuan Kadar
Boraks dalam Lontong yang Dijual di Pasar Raya Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3).
Amir S., Saifuddin Sirajuddin,
Zakaria.2014. Analisis Kandungan Boraks Pada Pangan Jajanan Anak di SD N
Kompleks Lariangbangi Kota Makassar. Jurnal. Makasar. Universitas Hasanuddin.
Cahyadi, Wisnu. 2009. Analisis
dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999 Tentang Bahan Tambahan Makanan.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Harsojo dan Kadir I. 2012. Penggunaan Formalin dan Boraks serta Kontaminasi
Bakteri pada Otak-Otak. J. Iptek Nuklir Ganendra Vol. 16 No. 1, Januari
2013 : 9 – 17. ISSN 1410-6987.
Ubaidillah.
2005.
WHO. 2006. Bahaya bahan
kimia pada kesehatan manusia dan lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar