TUGAS
TERSTRUKTUR
EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT TIDAK MENULAR
ASMA BRONKHIAL
BAB I PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit
yang sudah ada sejak jaman Hipprocates yang merupakan penyakit pernapasan
berat. Orang Yunani sudah menyebutnya sebagai penyakit asma yang artinya
terengah-engah. Asma bronkial adalah
penyakit yang ditandai dengan obstruksi
jalan napas (penyempitan saluran napas) yang reversibel tetapi
tidak sepenuhnya sehingga dalam beberapa pasien baik secara spontan maupun dengan pengobatan, peradangan saluran napas
dan saluran napas hyperresponsiveness ke berbagai rangsangan (D Behera, 2005).
Asma merupakan penyakit
yang tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan pengendalian faktor
resiko penyakit. Pengobatan penyakit asma pada kondisi kronis membutuhkan
perawatan yang terus-menerus, sedangkan pasien dengan asma sedang sampai berat
harus minum obat jangka panjang setiap hari (D Behera, 2005). Asma dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan, mengingat patogenesisnya tidak
jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik
saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi
dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma bronkial dibedakan
antara faktor–faktor yang menginduksi inflamasi dan menimbulkan penyempitan
saluran nafas dan hiperaktivitas (inducers) dengan faktor yang dapat menimbulkan
konstriksi akut pada penderita yang sensitif (inciters). Pada klasifikasi ini,
asma terbagi menjadi 2 macam, yaitu asma ekstrinsik dan asma intrinsik. Asma
Ekstrinsik, sebagian besar ditemukan pada pasien anak. Jenis asma ini
disebabkan oleh alergen. Asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan
faktor pencetus yang jelas. Faktor yang non spesifik seperti flu biasa, latihan
fisik, atau emosi, dapat memicu serangan asma. Asma intrinsik cenderung lebih
lama berlangsung dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Asma intrinsik ini lebih
sering timbul pada individu yang usianya di atas 40 tahun.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran
napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada
akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus
meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara
Asia Pasifik seperti Indonesia (Rengganis, 2008).
Penyakit asma menyerang semua kelompok umur tapi sering dimulai pada masa
kanak-kanak. Penyakit asma dalam individu, mungkin terjadi dari jam ke jam dan
hari ke hari. Kondisi ini disebabkan peradangan saluran udara di paru-paru dan
mempengaruhi sensitivitas ujung saraf di saluran napas sehingga menjadi mudah
teriritasi. Lapisan membengkak menyebabkan saluran udara menyempit dan
mengurangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru.
Skala permasalahan penyakit Asma adalah antara 100-150 juta orang di
seluruh dunia. Seluruh dunia, kematian akibat kondisi ini telah mencapai lebih
dari 180ribu per tahun, sekitar 8% dari populasi Swiss menderita asma dan hanya
hanya 2% yg dpt melawannya saat 25-30
tahun lalu; di Jerman ada sekitar 4 juta penderita asma; di Eropa Barat penderita
asma 2 kali lipat dalam 10 tahun; menurut UCB Institut Alergi di Belgia, di
Amerika Serikat, jumlah penderita asma telah melonjak lebih dari 60% sejak awal
1980-an dan dua kali lipat kematian; ada sekitar 3 juta penderita asma di
Jepang di antaranya 7% asma berat dan 30% asma sedang; di Australia, 1 dari 6 anak
di bawah usia 16 tahun terkena asma. Di negara berkembang, insiden penyakit
asma sangat bervariasi. Di India diperkirakan memiliki 15-20 juta penderita
asma; di Kawasan Pasifik Barat, kejadian bervariasi dari lebih dari 50%
anak-anak di Kepulauan Caroline menjadi hampir 0% di Papua Nugini; di Brazil,
Kosta Rika, Panama, Peru dan Uruguay, prevalensi gejala asma pada anak bervariasi
dari 20%-30%; di Kenya, mendekati 20%; di India, perkiraan kasar menunjukkan
prevalensi antara 10% dan 15% pada anak-anak berusia 5-11 tahun (WHO, 2014).
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara
pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children)
tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003
meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan
Denpasar) menunjukkan prevalensi asma
pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak
SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat
bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat
perhatian serius (Rengganis, 2008).
Kematian akibat asma tidak sebanding dengan ukuran sehari-hari efek dari
penyakit. Meskipun sebagian besar dapat dihindari, asma cenderung terjadi pada
epidemi dan mempengaruhi orang-orang muda. Beban manusia dan ekonomi yang
terkait dengan kondisi ini parah. Biaya asma masyarakat dapat dikurangi untuk
sebagian besar melalui tindakan internasional dan nasional terpadu.
i.
Seluruh dunia, biaya ekonomi yang terkait dengan asma
diperkirakan melebihi orang-orang dari TB dan HIV / AIDS digabungkan.
ii.
Di Amerika Serikat, misalnya, biaya perawatan asma
tahunan (langsung dan tidak langsung) melebihi US $ 6 miliar.
iii.
Saat ini Inggris menghabiskan sekitar US $ 1,8 miliar
pada perawatan kesehatan untuk asma dan karena hari hilang karena sakit.
iv.
Di Australia, biaya medis langsung dan tidak langsung
tahunan yang terkait dengan asma mencapai hampir US $ 460 juta (WHO, 2014).
A. Keluhan dan Gejala Penyakit
Gambaran klinis
asma adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal
serangan, gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma
alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa
disertai secret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan
secret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien
asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough varian asthma.
Menurut WebMB
(2014) Penyakit asma bronkial memiliki satu atau lebih dari keluhan dan gejala
berikut yaitu:
1. Dispne
(Sesak napas) adalah pernapasan yang sulit atau harus memakai tenaga ekstra.
Sifat dispne mengarah kepada mekanisme dan diagnosis yang berbeda-beda. Penyebab
dispne dapat metabolik, hematologik, pulmoner, atau kardiak. Kesadaran respon
pasien terhadap dispne sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor psikososial,
tingkat aktivitas, dan pelaziman (conditioning) otot.
2. Nyeri
dada ditandai dengan nyeri tajam atau sepert ditusuk-tusuk pada bagian dada.
3. Wheezing
adalah bunyi seperti siulan bernada tinggi yang terjadi pada waktu bernapas.
Ini selalu berarti penyempitan saluran pernapsan. Pasien mendengar wheezing
tersebut dan mungkin mengeluh sesak dada dengan dipnea.
4. Batuk
adalah suatu reaksi fisologis terhadap iritasi bronkus dan umumnya berasa dari
bagian mana saja mulai dari laring sampai bronkiolus distal, iritasi kimia yang
berasal dari asap, aspirasi makanan, atau cairan segera menyebabkan batuk.
Cairannya mungkin berupa mukus pada inflamasi (bronkitis) pada infeksi
(pneumonia), atau cairan plasma transudat pada gagal jantung kongestif
(Brunside, 2005).
B. Pemeriksaan penunjang diagnostik
1. Pemeriksaan
fisik untuk mengesampingkan kondisi lain yang mungkin terjadi seperti infeksi
pernapasan atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik dan mengajukan pertanyaan tentang tanda-tanda dan gejala
serta masalah kesehatan lainnya.
2. Tes
untuk mengukur fungsi paru-paru berfungsi untuk menentukan berapa banyak udara
yang masuk dan keluar saat bernapas. Tes untuk mengukur fungsi paru-paru antara
lain:
a. Spirometri
adalah tes untuk memperkirakan penyempitan saluran bronkial dengan cara memeriksa
berapa banyak udara yang dapat dihembuskan setelah menarik napas dalam-dalam
dan seberapa cepat seseorang dapat bernafas.
b. Peak
Flow Meter/PFM adalah alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.
3. Tes
tambahan yaitu tes-tes lain untuk mendiagnosa asma meliputi:
a. Methacholine challenge
yaitu tes yang digunakan sebagai pemicu asma yag cara kerjanya ketika dihirup
akan menyebabkan penyempitan saluran udara ringan. Jika seseorang bereaksi terhadap
metakolin, kemungkinan orang tersebut menderita asma. Tes ini dapat digunakan
sebagai tes awal untuk mengetahui fungsi paru-paru yang masih normal.
b. Uji
oksida nitrat merupakan tes yang tidak banyak tersedia, dapat mengukur jumlah
gas oksida nitrat yang terkandung dalam napas. Ketika saluran udara mengalami
peradangan sebagai tanda asma maka
kemungkinan tingkat oksida nitrat akan lebih tinggi dari normal.
c. Tes
Radiologi menggunakan sinar-X pada dada (Thorax)
dan computerized tomography (CT) scan beresolusi tinggi pada paru-paru dan
rongga hidung (sinus) sehingga dapat mengidentifikasi kelainan struktur/penyakit
(seperti infeksi) yang dapat memperburuk masalah pernapasan.
d. Tes
alergi ini dapat dilakukan dengan tes kulit/tes darah. Tes alergi dapat mengidentifikasi
alergi terhadap hewan peliharaan, debu, jamur dan serbuk sari. Jika pemicu
alergi yang penting diidentifikasi dapat menyebabkan rekomendasi untuk
imunoterapi alergen.
e. Eosinofil
sputum digunakan mencari sel-sel darah putih tertentu (eosinofil) dalam
campuran air liur dan lendir (dahak) saat batuk (MayoClinic, 2014).
C.
Faktor-faktor
Resiko
Faktor risiko asma bronkhial yaitu
paparan alergen merupakan faktor risiko penyebab individu memiliki kepekaan
atopi terhadap alergen spesifik, dapat membuat individu mengalami asma berat,
dan gejala asma berlangsung secara terus menerus. Walaupun sebagian besar
pertanyaan belum dapat dipecahkan apakah paparan terhadap alergen benar–benar
sebagai penyebab utama terjadinya asma atau hanya pencetus terjadinya serangan
asma atau pasti dapat membuat gejala asma berlangsung terus menerus.
a. Debu
rumah
Asma bronkiale disebabkan oleh
masuknya suatu alergen misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran
nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I.
Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di
tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu seperti karpet dan
jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari
tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama.
b. Aktifitas
fisik
Asma yang timbul
karena bergeraknya badan terjadi bila seseorang mengalami gejala-gejala asma
selama atau setelah berolahraga atau melakukan gerak badan. Pada saat penderita
dalam keadaan istirahat, ia bernafas melalui hidung. Sewaktu udara bergerak
melalui hidung, udara itu dipanaskan dan menjadi lembab. Saat melakukan gerak
badan, pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume
udara yang dihirup bertambah banyak. Hal ini dapat menyebabkan otot yang peka
di sekitar saluran pernafasan mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih
sempit, yang menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala-gejala
asma (Muzayin, 2004).
Sebagian besar
penderita asma akan mendapat serangan asma jika melakukan olah raga yang cukup
berat. Penyelidikan menunjukkan bahwa macam, lama, dan beratnya olah raga
menentukan timbulnya asma. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma, kemudian
bersepeda, sedangkan renang dan jalan kaki yang paling kecil resikonya
(Sundaru, 2002). Olah raga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena
terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini
belum mendapatkan pelembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan
dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan
asma (Corwin, 2001).
c. Perubahan
cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan
seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban, udara yang kering dapat
menyebabkan asma lebih parah. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk
asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan.
d. Binatang
peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu
seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan.
Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang
di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil
(sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan
asma, terutama dari burung dan hewan menyusui.
e. Asap
tembakau
Pembakaran tembakau mampu
menghasilkan campuran gas yang komplek dan besar, asap, partikulat. Lebih dari
4500 senyawa dan kontaminan telah diidentifikasi dalam asap tembakau
diantaranya adalah nikotin, palisiklis hidrokarbon, karbon dioksida, nitrit
oksida, nitrogen oksida, dan akrolein.
1) Perokok
Pasif
Fakta epidemiologi yang menunjukkan
bahwa paparan terhadap lingkungan asap tembakau (termasuk perokok pasif)
meningkatkan risiko sistem pernafasan lebih rendah pada bayi, dan anak-anak.
Asap rokok/ tembakau merupakan alergen yang kuat,pada perokok pasif memicu
timbulnya gejala asma, terutama pada anak. Individu lain yang menghirup asap
rokok, mendapatkan racun yang lebih banyak dibandingkan dengan dengan pengguna
rokok, dan mengalami iritasi pada mukosa sistem pernafasan. Apabila seorang ibu
hamil merokok dapat meyebabkan anak yang dikandungnya mengalami risiko sesak
nafas dan asma.
2) Perokok
Aktif
Perokok aktif meningkatkan risiko
terjadinya asma terutama pada orang dewasa. Merokok menyebabkan menurunnya
fungsi paru sehingga individu perokok tersebut dapat terserang asma. Penderita
asma yang merokok memiliki potensi mengalami serangan asma.
f. Riwayat
penyakit keluarga
Risiko orang tua dengan asma mempunyai
anak dengan asma adalah 3 kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan
asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan
penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai
risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua
orang tua asmatik. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding
dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan
dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap
tungau debu rumah (R.I Ehlich, 1996).
g. Perabot
rumah tangga.
Bahan polutan indoor dalam ruangan
meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde, Volatile Organic Coumpounds (VOC),
combustion products (CO1, NO2, SO2) yang berasal dari asap rokok dan asap
dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih,
kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti
thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi,
furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya
iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping menyebabkan
ketidaknyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.
D. Cara Pencegahan
Menurut WHO
(2014) disebutkan bahwa pencegahan terhadap penyakit asma diantaranya
pendidikan kesehatan atau konseling dari pelayanan kesehatan, menghindari dari
lingkungan yang memungkinkan terjadinya eksposure atau terpapar faktor resiko
asma. Berikut ini pencegahan terhadap penyakit asma berdasarkan faktor resiko :
1. Genetik
dengan melakukan konsultasi kesehatan apabila terdapat anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit asma, sebab sebagian besar penyakit asma merupakan
penyakit yang bersifat genetik.
2.
Mengurangi dan menghindari merokok, terutama apabila
memiliki anggota keluarga bayi atau balita, sebab asap rokok dapat meningkatkan
sensitivitas IgE sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap allergen. Selain
itu, menghidari anak dari polusi udara seperti asap kendaraan dan pabrik.
3.
Lingkungan rumah baik indoor maupun outdoor selalu
bersih dari debu atau bahan allergen lainnya.
4.
Melakukan diagnosis dini, terutama pada individu yang
memiliki faktor resiko asma.
5.
Menghindarkan diri dari stress dan mengurangi
aktivitas yang berat.
6.
Mengurangi olahraga yang berlebihan
7.
Menghindari obat obatan tertentu aspirin dan anti
inflamasi non steroid dapat menimbulkan eksaserbasi asma
E. Cara Pengobatan dan Perawatan
Banyak obat
asma dapat diberikan secara langsung atau dengan inhalasi. Obat Asma dapat
dibagi menjadi kontrol jangka panjang dan obat cepat-lega. Obat kontrol jangka
panjang digunakan setiap hari untuk mengontrol asma persisten yaitu
menghaluskan peradangan saluran udara dan merelaksasikan otot polos. Prinsip
umum pengobatan asma bronchial yaitu menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan
segara, mengenal dan menghindari fakto yang dapat mencetuskan serangan asma, memberikan
penjelasan kepada penderita/keluarganya mengenai penyakit asma seperti
pengobatan, perjalanan penyakit sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan
yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter/perawat yang merawatnya (Wilson,
2002).
Adapun pengobatan terhadap penyakit asma terbagi
menjadi 2 menurut Global Initiative for
Asthma (GINA) 2006, yaitu :
1. Pengobatan
Non Farmakologik seperti memberikan penyuluhan, menghindari faktor pencetus
(resiko), pemberian cairan, fisiotherapy, memberi
bila perlu.
2. Pengobatan
farmakologik :
a. Bronkodilator
(obat yang melebarkan saluran nafas) terbagi dalam 2 golongan :
1) Simpatomimetik/
Andrenergik (Adrenalin dan Efedrin).
Obat-obat golongan simpatomimetik
tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Berupa semprotan:
MDI (Metered dose inhaler). Ada juga
yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol
(partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin
(Teofilin)
Efek dari teofilin sama dengan obat
golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat
ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat seperti : Aminofilin (Amicam
supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan Teofilin (Amilex). Bentuk suntikan
teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan
perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat
ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena
sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
merupakan obat pencegah serangan asma untuk penderita asma alergi terutama anak
anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
c. Ketolifen mempunyai
efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis
dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.
Perawatan yang dilakukan untuk asma yaitu perawatan
paliatif. Perawatan paliatif adalah perawatan interdisipliner yang
berfokus pada pasien penyakit serius atau mengancam jiwa seperti asma. Tujuan
perawatan paliatif adalah mengurangi beban penyakit, meringankan penderitaan,
dan mempertahankan kualitas hidup dari saat setelah diagnosis. Tujuan ini
dicapai melalui intervensi yang mempertahankan kesejahteraan fisik, psikologis,
sosial dan spiritual, meningkatkan komunikasi dan koordinasi pelayanan,
memastikan perawatan yang layak secara budaya dan konsisten dengan nilai-nilai
dan preferensi pasien, memberi bantuan konkrit jika diperlukan dan meningkatkan
kemungkinan bahwa pasien meninggal dengan penderitaan minimal.
F.
Rehabilitasi
Rehabilitasi
asma bronkial dilakukan sebagai cara untuk menghindari kondisi yang lebih parah
dari sebelumnya, biasanya dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang dapat
mempercepat kesembuhan dan membantu perbaikan untuk mengurangi sesak nafas.
Rehabilitasi paru merupakan salah satu bagian penatalaksanaan asma bronkial
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan latihan dan mengurangi sesak napas,
meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (otot napas atau perifer),
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kemampuan hidup sehari-hari dan
meningkatkan pengetahuan tentang kondisi paru dan penatalaksanaan kesehatan
sendiri.
Rehabilitasi Non-Pharmacological Treatment yaitu
penghilang alergen (terutama hewan peliharaan yang berbulu), perbaikan
manajemen diri, latihan fisik (terbukti untuk pengurangan gejala asma,
toleransi latihan ditingkatkan), terapi pernapasan dan fisioterapi (misalnya
teknik pernapasan, pernapasan mengerutkan bibir), berhenti merokok (dengan
bantuan medis dan non medis), pengobatan psikososial (terapi keluarga), dan
penurunan berat badan bagi pasien obesitas. Selain itu, ada Inadequate Treatment Benefit yaitu
dengan cara akupuntur, kontrol kelembaban udara, pelatihan teknik pernafasan,
langkah-langkah diet : minyak ikan, asam lemak, mineral, suplemen, vitamin C,
penggunaan ionizers (pemurni udara kamar), mengkonsumsi ekstrak tanaman (agen phytotherapeutic), terapi relaksasi (relaksasi progresif, hipnoterapi,
pelatihan autogenic, pelatihan biofeedback, meditasi transdental), dan
mengkonsumsi obat tradisional Cina (Pavel kolar, 2013). Rehabilitasi
asma bronchial dapat dilakukan dengan cara :
1) Yoga bertujuan
untuk memperlancar aliran udara pada saluran pernapasan. Selain itu, bertujuan
untuk mengurangi bahkan menghilangkan stress pada pasien. Senam yoga juga dapat
disebut sebagai terapi psikologi (Jain, 1993).
2) Terapi
relaksasi dengan senam asma adalah untuk mengurangi ketegangan otot pernapasan
tambahan sehingga dapat mengurangi pemakaian energi saat bernapas, penderita
dilatih untuk bisa melakukan kontrol pernapasan. Terapi relaksasi dilakukan
dengan posisi tidur miring atau posisi duduk dengan kepala dan dada atas
bertumpu pada 2-3 bantal di meja. Kedua posisi ini selain membantu waktu
terjadi serangan, juga membantu ketegangan otot diafragma. Manfaat senam pada
penderita asma, bila dilakukan secara teratur jangka waktu 2 bulan akan
mendapatkan beberapa manfaat yaitu pengurangan frekuensi kekambuhan pengurangan
intensitas kekambuhan, gejala asma menjadi ringan sehingga diperoleh
peningkatan O2 maksimal. (Huntley, 2002.).
3) Terapi Spa. Menurut
penelitian Mitsunobu di Jepang, terapi spa bermanfaat langsung bagi penderita
asma yaitu dengan cara memberikan kenyamanan pada penderita asma seperti
latihan berendam di dalam air hangat selama 30 menit, memasukkan uap dari
larutan garam yodium secara inhalasi dan terapi fingo yaitu terapi dengan
lumpur yang berasal dari Ningyo, lumpur tersebut dipanaskan terlebih dahulu
hingga suhunya mencapai 70-800°C. Lumpur tersebut didinginkan
sampai suhunya 40-430ºC, kemudian dilakuakan spa dan kompres dengan lumpur
hangat pada pasien tersebut selama 30 menit. Untuk penderita asma dianjurkan
untuk melakukan terapi fingo lima kali per minggu. Terapi spa memberikan
manfaat langsung pada kelancaran sirkulasi udara pernapasan (Mitsunobu, 2004).
G. Prognosis
Penyakit
asma bronkhial ini bersifat progresif
lambat, kecuali jika diperiksa dan diobati dengan obat-obatan secara cepat dan tepat. Perawata Paliatif
sesak dari waktu ke waktu yang tidak selalu berarti harus disembuhkan dengan obat.
Namun apabila kasus bertambah rumit dengan
emfisema yang parah, kasus asma
bronkhial tidak mungkin
dapat disembuhkan dengan cara apapun.
Pengobatan antimiasmatic konstitusi mungkin dapat
menyembuhkan semua kasus pada anak usia dini. Pada orang dewasa muda, 80% kasus dapat benar-benar sembuh. Dalam usia lanjut
dengan berkembang dengan baik emfisema, hidup dapat
diperpanjang dengan perawatan paliatif
yang sesuai dari waktu ke waktu,
tetapi ada obat yang mungkin dapat
menyembuhkan. Jadi, sebelum
memutuskan prognosis dari kasus asma bronkial,
harus mempertimbangkan faktor-faktor
seperti usia pasien, durasi penderitaan,
latar belakang berhubung dengan racun yang keluar dari
tanah, kehadiran komplikasi, pekerjaan
dan cara hidup pasien,
pengobatan sudah diadopsi dan berlanjut saat ini, pengaruh obat-obatan konstitusional dan paliatif pada pasien
(Dey, 2003).
BAB
IV PENUTUP
Asma merupakan penyakit
inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan
sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Asma bronkial adalah penyakit
yang ditandai dengan obstruksi jalan napas (penyempitan saluran napas) yang
reversibel tetapi tidak sepenuhnya sehingga dalam beberapa pasien baik secara
spontan maupun dengan pengobatan, peradangan saluran napas dan saluran napas hyperresponsiveness ke berbagai
rangsangan.
Penyakit asma bronkial
memiliki keluhan dan gejala yaitu dispne (sesak napas), nyeri dada, wheezing,
dan batuk. Pemeriksaan penunjang diagnostik dari asma bronkial adalah
pemeriksaan fisik berupa anamnesis, tes untuk mengukur fungsi paru-paru
(spirometri dan Peak Flow Meter/PFM)
dan tes tambahan (Methacholine Challenge,
uji oksida nitrat, tes radiologi, tes alergi, dan eosinofil sputum). Faktor
resiko penyakit asma bronkial adalah debu rumah, aktifitas fisik, perubahan
cuaca, binatang peliharaan, asap tembakau (berupa perokok pasif dan perokok aktif), riwayat penyakit keluarga
dan perabot rumah tangga. Pencegahan penyakit asma bronkial dengan pendidikan
kesehatan/konseling dari pelayanan kesehatan, menghindari faktor resiko asma, mengurangi
dan menghindari merokok, lingkungan rumah baik indoor maupun outdoor selalu
bersih dari debu atau bahan allergen, melakukan diagnosis dini, terutama pada
individu yang memiliki faktor resiko asma, menghindarkan diri dari stress dan
mengurangi aktivitas yang berat, mengurangi olahraga yang berlebihan dan menghindari
obat-obatan seperti aspirin dan anti inflamasi non steroid yang dapat
menimbulkan eksaserbasi asma. Pengobatan terhadap penyakit asma bronkial berupa
pengobatan non farmakologik (seperti memberikan penyuluhan, menghindari faktor
pencetus (resiko), pemberian cairan, fisiotherapy, memberi
bila
perlu) dan pengobatan farmakologik (seperti pemberian obat bronkodilator,
kromalin dan ketolifen). Rehabilitasi asma bronchial dapat dilakukan dengan
yoga, terapi relaksasi dengan senam asma dan terapi spa. Prognosis dari penyakit
asma bronkial ini bersifat progresif lambat, kecuali jika diperiksa dan diobati
dengan obat-obatan secara cepat dan tepat.
BAB V DAFTAR
PUSTAKA
Brunside,
McGlynn. 2005. Diagnosis fisik Ed 17. Jakarta : EGC
D
Behera. 2005. Bronchial Asthma . Second Edition.
New Delhi : Jitendar P Vij Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd
Dey,
S.P. 2003. Bronchial Asthma An Integrated
Approach. New Delhi. B. Jain Publisher (P) Ltd. India.
MayoClinic.
2014. Diseases and Conditions Asthma. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/asthma/basics/tests-diagnosis/con-20026992 diakses pada
tanggal 24 november 2014 pukul 21.00
Pavel
Kolar. 2013. Clinical Rehabilitation. First Edition. Praha : Alena Kobesova, K
Vapence 16 Praha 5
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis
dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11,
Nopember 2008
WebMB.
2014. Bronchial Asthma. http://www.webmd.com/asthma/guide/bronchial-asthma
diakses tanggal 6 oktober 2014 pukul 20.21
WHO (World
Health Organization) .2014. Bronchial
Asthma. http://www.who.int/
mediacentre/factsheets/fs206/en/. Diakses pada 21
september 2014 pukul 21.14 WIB.
ijin copas gan
BalasHapusAgen Sbobet | Situs Bandar Bola Online Terpercaya | indocbet
BalasHapusIndoCBET adalah Daftar agen sbobet Situs Bandar Bola Online Terpercaya resmi Taruhan Bola dengan lisensi indonesia
Bergabunglah bersama indoCBET bersama kami dengan Bonus Terbesar Saat ini
BONUS NEW MEMBER 20%
BONUS DEPOSIT 5%
BONUS CASHBACK 5%
BONUS ROLLINGAN 0.5%
BONUS REFERENSI 5%
Tersedia Agen
SBOBET, AMGBET, CBET
Deposti 25ribu
Whatsapp indocbet : 0822.8637.2298