Rabu, 18 November 2015

ASMA BRONKHIAL



TUGAS TERSTRUKTUR

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

ASMA BRONKHIAL
 

BAB I PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit yang sudah ada sejak jaman Hipprocates yang merupakan penyakit pernapasan berat. Orang Yunani sudah menyebutnya sebagai penyakit asma yang artinya terengah-engah. Asma bronkial adalah penyakit yang ditandai dengan obstruksi jalan napas (penyempitan saluran napas) yang reversibel tetapi tidak sepenuhnya sehingga dalam beberapa pasien baik secara spontan maupun dengan pengobatan, peradangan saluran napas dan saluran napas hyperresponsiveness ke berbagai rangsangan (D Behera, 2005).
Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan pengendalian faktor resiko penyakit. Pengobatan penyakit asma pada kondisi kronis membutuhkan perawatan yang terus-menerus, sedangkan pasien dengan asma sedang sampai berat harus minum obat jangka panjang setiap hari (D Behera, 2005). Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan, mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma bronkial dibedakan antara faktor–faktor yang menginduksi inflamasi dan menimbulkan penyempitan saluran nafas dan hiperaktivitas (inducers) dengan faktor yang dapat menimbulkan konstriksi akut pada penderita yang sensitif (inciters). Pada klasifikasi ini, asma terbagi menjadi 2 macam, yaitu asma ekstrinsik dan asma intrinsik. Asma Ekstrinsik, sebagian besar ditemukan pada pasien anak. Jenis asma ini disebabkan oleh alergen. Asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas. Faktor yang non spesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi, dapat memicu serangan asma. Asma intrinsik cenderung lebih lama berlangsung dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Asma intrinsik ini lebih sering timbul pada individu yang usianya di atas 40 tahun.

BAB II PERMASALAHAN
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia (Rengganis, 2008).
Penyakit asma menyerang semua kelompok umur tapi sering dimulai pada masa kanak-kanak. Penyakit asma dalam individu, mungkin terjadi dari jam ke jam dan hari ke hari. Kondisi ini disebabkan peradangan saluran udara di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas ujung saraf di saluran napas sehingga menjadi mudah teriritasi. Lapisan membengkak menyebabkan saluran udara menyempit dan mengurangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru.
Skala permasalahan penyakit Asma adalah antara 100-150 juta orang di seluruh dunia. Seluruh dunia, kematian akibat kondisi ini telah mencapai lebih dari 180ribu per tahun, sekitar 8% dari populasi Swiss menderita asma dan hanya  hanya 2% yg dpt melawannya saat 25-30 tahun lalu; di Jerman ada sekitar 4 juta penderita asma; di Eropa Barat penderita asma 2 kali lipat dalam 10 tahun; menurut UCB Institut Alergi di Belgia, di Amerika Serikat, jumlah penderita asma telah melonjak lebih dari 60% sejak awal 1980-an dan dua kali lipat kematian; ada sekitar 3 juta penderita asma di Jepang di antaranya 7% asma berat dan 30% asma sedang; di Australia, 1 dari 6 anak di bawah usia 16 tahun terkena asma. Di negara berkembang, insiden penyakit asma sangat bervariasi. Di India diperkirakan memiliki 15-20 juta penderita asma; di Kawasan Pasifik Barat, kejadian bervariasi dari lebih dari 50% anak-anak di Kepulauan Caroline menjadi hampir 0% di Papua Nugini; di Brazil, Kosta Rika, Panama, Peru dan Uruguay, prevalensi gejala asma pada anak bervariasi dari 20%-30%; di Kenya, mendekati 20%; di India, perkiraan kasar menunjukkan prevalensi antara 10% dan 15% pada anak-anak berusia 5-11 tahun (WHO, 2014).
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan  prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius (Rengganis, 2008).
Kematian akibat asma tidak sebanding dengan ukuran sehari-hari efek dari penyakit. Meskipun sebagian besar dapat dihindari, asma cenderung terjadi pada epidemi dan mempengaruhi orang-orang muda. Beban manusia dan ekonomi yang terkait dengan kondisi ini parah. Biaya asma masyarakat dapat dikurangi untuk sebagian besar melalui tindakan internasional dan nasional terpadu.
i.        Seluruh dunia, biaya ekonomi yang terkait dengan asma diperkirakan melebihi orang-orang dari TB dan HIV / AIDS digabungkan.
ii.      Di Amerika Serikat, misalnya, biaya perawatan asma tahunan (langsung dan tidak langsung) melebihi US $ 6 miliar.
iii.    Saat ini Inggris menghabiskan sekitar US $ 1,8 miliar pada perawatan kesehatan untuk asma dan karena hari hilang karena sakit.
iv.    Di Australia, biaya medis langsung dan tidak langsung tahunan yang terkait dengan asma mencapai hampir US $ 460 juta (WHO, 2014).
 
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A.  Keluhan dan Gejala Penyakit
Gambaran klinis asma adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan, gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai secret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan secret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough varian asthma.
Menurut WebMB (2014) Penyakit asma bronkial memiliki satu atau lebih dari keluhan dan gejala berikut yaitu:
1.    Dispne (Sesak napas) adalah pernapasan yang sulit atau harus memakai tenaga ekstra. Sifat dispne mengarah kepada mekanisme dan diagnosis yang berbeda-beda. Penyebab dispne dapat metabolik, hematologik, pulmoner, atau kardiak. Kesadaran respon pasien terhadap dispne sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor psikososial, tingkat aktivitas, dan pelaziman (conditioning) otot.
2.    Nyeri dada ditandai dengan nyeri tajam atau sepert ditusuk-tusuk pada bagian dada.
3.    Wheezing adalah bunyi seperti siulan bernada tinggi yang terjadi pada waktu bernapas. Ini selalu berarti penyempitan saluran pernapsan. Pasien mendengar wheezing tersebut dan mungkin mengeluh sesak dada dengan dipnea.
4.    Batuk adalah suatu reaksi fisologis terhadap iritasi bronkus dan umumnya berasa dari bagian mana saja mulai dari laring sampai bronkiolus distal, iritasi kimia yang berasal dari asap, aspirasi makanan, atau cairan segera menyebabkan batuk. Cairannya mungkin berupa mukus pada inflamasi (bronkitis) pada infeksi (pneumonia), atau cairan plasma transudat pada gagal jantung kongestif (Brunside, 2005).
B.  Pemeriksaan penunjang diagnostik
1.    Pemeriksaan fisik untuk mengesampingkan kondisi lain yang mungkin terjadi seperti infeksi pernapasan atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan mengajukan pertanyaan tentang tanda-tanda dan gejala serta masalah kesehatan lainnya.
2.    Tes untuk mengukur fungsi paru-paru berfungsi untuk menentukan berapa banyak udara yang masuk dan keluar saat bernapas. Tes untuk mengukur fungsi paru-paru antara lain:
a.    Spirometri adalah tes untuk memperkirakan penyempitan saluran bronkial dengan cara memeriksa berapa banyak udara yang dapat dihembuskan setelah menarik napas dalam-dalam dan seberapa cepat seseorang dapat bernafas.
b.    Peak Flow Meter/PFM adalah alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.
3.    Tes tambahan yaitu tes-tes lain untuk mendiagnosa asma meliputi:
a.    Methacholine challenge yaitu tes yang digunakan sebagai pemicu asma yag cara kerjanya ketika dihirup akan menyebabkan penyempitan saluran udara ringan. Jika seseorang bereaksi terhadap metakolin, kemungkinan orang tersebut menderita asma. Tes ini dapat digunakan sebagai tes awal untuk mengetahui fungsi paru-paru yang masih normal.
b.    Uji oksida nitrat merupakan tes yang tidak banyak tersedia, dapat mengukur jumlah gas oksida nitrat yang terkandung dalam napas. Ketika saluran udara mengalami peradangan sebagai  tanda asma maka kemungkinan tingkat oksida nitrat akan lebih tinggi dari normal.
c.    Tes Radiologi menggunakan sinar-X pada dada (Thorax) dan computerized tomography (CT) scan beresolusi tinggi pada paru-paru dan rongga hidung (sinus) sehingga dapat mengidentifikasi kelainan struktur/penyakit (seperti infeksi) yang dapat memperburuk masalah pernapasan.
d.   Tes alergi ini dapat dilakukan dengan tes kulit/tes darah. Tes alergi dapat mengidentifikasi alergi terhadap hewan peliharaan, debu, jamur dan serbuk sari. Jika pemicu alergi yang penting diidentifikasi dapat menyebabkan rekomendasi untuk imunoterapi alergen.
e.    Eosinofil sputum digunakan mencari sel-sel darah putih tertentu (eosinofil) dalam campuran air liur dan lendir (dahak) saat batuk (MayoClinic, 2014).
C.    Faktor-faktor Resiko
Faktor risiko asma bronkhial yaitu paparan alergen merupakan faktor risiko penyebab individu memiliki kepekaan atopi terhadap alergen spesifik, dapat membuat individu mengalami asma berat, dan gejala asma berlangsung secara terus menerus. Walaupun sebagian besar pertanyaan belum dapat dipecahkan apakah paparan terhadap alergen benar–benar sebagai penyebab utama terjadinya asma atau hanya pencetus terjadinya serangan asma atau pasti dapat membuat gejala asma berlangsung terus menerus.
a.    Debu rumah
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu seperti karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama.
b.    Aktifitas fisik
Asma yang timbul karena bergeraknya badan terjadi bila seseorang mengalami gejala-gejala asma selama atau setelah berolahraga atau melakukan gerak badan. Pada saat penderita dalam keadaan istirahat, ia bernafas melalui hidung. Sewaktu udara bergerak melalui hidung, udara itu dipanaskan dan menjadi lembab. Saat melakukan gerak badan, pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang dihirup bertambah banyak. Hal ini dapat menyebabkan otot yang peka di sekitar saluran pernafasan mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih sempit, yang menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala-gejala asma (Muzayin, 2004).
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan asma jika melakukan olah raga yang cukup berat. Penyelidikan menunjukkan bahwa macam, lama, dan beratnya olah raga menentukan timbulnya asma. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma, kemudian bersepeda, sedangkan renang dan jalan kaki yang paling kecil resikonya (Sundaru, 2002). Olah raga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapatkan pelembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan asma (Corwin, 2001).
c.    Perubahan cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban, udara yang kering dapat menyebabkan asma lebih parah. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan.
d.   Binatang peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui.
e.    Asap tembakau
Pembakaran tembakau mampu menghasilkan campuran gas yang komplek dan besar, asap, partikulat. Lebih dari 4500 senyawa dan kontaminan telah diidentifikasi dalam asap tembakau diantaranya adalah nikotin, palisiklis hidrokarbon, karbon dioksida, nitrit oksida, nitrogen oksida, dan akrolein. 
1)   Perokok Pasif
Fakta epidemiologi yang menunjukkan bahwa paparan terhadap lingkungan asap tembakau (termasuk perokok pasif) meningkatkan risiko sistem pernafasan lebih rendah pada bayi, dan anak-anak. Asap rokok/ tembakau merupakan alergen yang kuat,pada perokok pasif memicu timbulnya gejala asma, terutama pada anak. Individu lain yang menghirup asap rokok, mendapatkan racun yang lebih banyak dibandingkan dengan dengan pengguna rokok, dan mengalami iritasi pada mukosa sistem pernafasan. Apabila seorang ibu hamil merokok dapat meyebabkan anak yang dikandungnya mengalami risiko sesak nafas dan asma. 
2)   Perokok Aktif
Perokok aktif meningkatkan risiko terjadinya asma terutama pada orang dewasa. Merokok menyebabkan menurunnya fungsi paru sehingga individu perokok tersebut dapat terserang asma. Penderita asma yang merokok memiliki potensi mengalami serangan asma.
f.     Riwayat penyakit keluarga
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah 3 kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatik. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah (R.I Ehlich, 1996).
g.    Perabot rumah tangga.
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde, Volatile Organic Coumpounds (VOC), combustion products (CO1, NO2, SO2) yang berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidaknyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.
D.  Cara Pencegahan
Menurut WHO (2014) disebutkan bahwa pencegahan terhadap penyakit asma diantaranya pendidikan kesehatan atau konseling dari pelayanan kesehatan, menghindari dari lingkungan yang memungkinkan terjadinya eksposure atau terpapar faktor resiko asma. Berikut ini pencegahan terhadap penyakit asma berdasarkan faktor resiko :
1.    Genetik dengan melakukan konsultasi kesehatan apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma, sebab sebagian besar penyakit asma merupakan penyakit yang bersifat genetik.
2.    Mengurangi dan menghindari merokok, terutama apabila memiliki anggota keluarga bayi atau balita, sebab asap rokok dapat meningkatkan sensitivitas IgE sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap allergen. Selain itu, menghidari anak dari polusi udara seperti asap kendaraan dan pabrik.
3.    Lingkungan rumah baik indoor maupun outdoor selalu bersih dari debu atau bahan allergen lainnya.
4.    Melakukan diagnosis dini, terutama pada individu yang memiliki faktor resiko asma.
5.    Menghindarkan diri dari stress dan mengurangi aktivitas yang berat.
6.    Mengurangi olahraga yang berlebihan
7.    Menghindari obat obatan tertentu aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat menimbulkan eksaserbasi asma
E.  Cara Pengobatan dan Perawatan
Banyak obat asma dapat diberikan secara langsung atau dengan inhalasi. Obat Asma dapat dibagi menjadi kontrol jangka panjang dan obat cepat-lega. Obat kontrol jangka panjang digunakan setiap hari untuk mengontrol asma persisten yaitu menghaluskan peradangan saluran udara dan merelaksasikan otot polos. Prinsip umum pengobatan asma bronchial yaitu menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara, mengenal dan menghindari fakto yang dapat mencetuskan serangan asma, memberikan penjelasan kepada penderita/keluarganya mengenai penyakit asma seperti pengobatan, perjalanan penyakit sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter/perawat yang merawatnya (Wilson, 2002).
Adapun pengobatan terhadap penyakit asma terbagi menjadi 2 menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2006, yaitu :
1.    Pengobatan Non Farmakologik seperti memberikan penyuluhan, menghindari faktor pencetus (resiko), pemberian cairan, fisiotherapy, memberi  bila perlu.
2.    Pengobatan farmakologik :
a.    Bronkodilator (obat yang melebarkan saluran nafas) terbagi dalam 2 golongan :
1)   Simpatomimetik/ Andrenergik (Adrenalin dan Efedrin).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
2)   Santin (Teofilin)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat seperti : Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan Teofilin (Amilex). Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b.    Kromalin merupakan obat pencegah serangan asma untuk penderita asma alergi terutama anak anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
c.    Ketolifen mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.
Perawatan yang dilakukan untuk asma yaitu perawatan paliatif. Perawatan paliatif adalah perawatan interdisipliner yang berfokus pada pasien penyakit serius atau mengancam jiwa seperti asma. Tujuan perawatan paliatif adalah mengurangi beban penyakit, meringankan penderitaan, dan mempertahankan kualitas hidup dari saat setelah diagnosis. Tujuan ini dicapai melalui intervensi yang mempertahankan kesejahteraan fisik, psikologis, sosial dan spiritual, meningkatkan komunikasi dan koordinasi pelayanan, memastikan perawatan yang layak secara budaya dan konsisten dengan nilai-nilai dan preferensi pasien, memberi bantuan konkrit jika diperlukan dan meningkatkan kemungkinan bahwa pasien meninggal dengan penderitaan minimal.
F.   Rehabilitasi
Rehabilitasi asma bronkial dilakukan sebagai cara untuk menghindari kondisi yang lebih parah dari sebelumnya, biasanya dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan dan membantu perbaikan untuk mengurangi sesak nafas. Rehabilitasi paru merupakan salah satu bagian penatalaksanaan asma bronkial yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan latihan dan mengurangi sesak napas, meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (otot napas atau perifer), meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kemampuan hidup sehari-hari dan meningkatkan pengetahuan tentang kondisi paru dan penatalaksanaan kesehatan sendiri.
Rehabilitasi Non-Pharmacological Treatment yaitu penghilang alergen (terutama hewan peliharaan yang berbulu), perbaikan manajemen diri, latihan fisik (terbukti untuk pengurangan gejala asma, toleransi latihan ditingkatkan), terapi pernapasan dan fisioterapi (misalnya teknik pernapasan, pernapasan mengerutkan bibir), berhenti merokok (dengan bantuan medis dan non medis), pengobatan psikososial (terapi keluarga), dan penurunan berat badan bagi pasien obesitas. Selain itu, ada Inadequate Treatment Benefit yaitu dengan cara akupuntur, kontrol kelembaban udara, pelatihan teknik pernafasan, langkah-langkah diet : minyak ikan, asam lemak, mineral, suplemen, vitamin C, penggunaan ionizers (pemurni udara kamar), mengkonsumsi ekstrak tanaman (agen phytotherapeutic), terapi  relaksasi (relaksasi progresif, hipnoterapi, pelatihan autogenic, pelatihan biofeedback, meditasi transdental), dan mengkonsumsi obat tradisional Cina (Pavel kolar, 2013). Rehabilitasi asma bronchial dapat dilakukan dengan cara :
1)   Yoga bertujuan untuk memperlancar aliran udara pada saluran pernapasan. Selain itu, bertujuan untuk mengurangi bahkan menghilangkan stress pada pasien. Senam yoga juga dapat disebut sebagai terapi psikologi (Jain, 1993).
2)   Terapi relaksasi dengan senam asma adalah untuk mengurangi ketegangan otot pernapasan tambahan sehingga dapat mengurangi pemakaian energi saat bernapas, penderita dilatih untuk bisa melakukan kontrol pernapasan. Terapi relaksasi dilakukan dengan posisi tidur miring atau posisi duduk dengan kepala dan dada atas bertumpu pada 2-3 bantal di meja. Kedua posisi ini selain membantu waktu terjadi serangan, juga membantu ketegangan otot diafragma. Manfaat senam pada penderita asma, bila dilakukan secara teratur jangka waktu 2 bulan akan mendapatkan beberapa manfaat yaitu pengurangan frekuensi kekambuhan pengurangan intensitas kekambuhan, gejala asma menjadi ringan sehingga diperoleh peningkatan O2 maksimal. (Huntley, 2002.).
3)   Terapi Spa. Menurut penelitian Mitsunobu di Jepang, terapi spa bermanfaat langsung bagi penderita asma yaitu dengan cara memberikan kenyamanan pada penderita asma seperti latihan berendam di dalam air hangat selama 30 menit, memasukkan uap dari larutan garam yodium secara inhalasi dan terapi fingo yaitu terapi dengan lumpur yang berasal dari Ningyo, lumpur tersebut dipanaskan terlebih dahulu hingga suhunya mencapai 70-800°C. Lumpur tersebut didinginkan sampai suhunya 40-430ºC, kemudian dilakuakan spa dan kompres dengan lumpur hangat pada pasien tersebut selama 30 menit. Untuk penderita asma dianjurkan untuk melakukan terapi fingo lima kali per minggu. Terapi spa memberikan manfaat langsung pada kelancaran sirkulasi udara pernapasan (Mitsunobu, 2004).
G. Prognosis
Penyakit asma bronkhial ini bersifat progresif lambat, kecuali jika diperiksa dan diobati dengan obat-obatan secara cepat dan tepat. Perawata Paliatif sesak dari waktu ke waktu yang tidak selalu berarti harus disembuhkan dengan obat. Namun apabila kasus bertambah rumit dengan emfisema yang parah, kasus asma bronkhial tidak mungkin dapat disembuhkan dengan cara apapun. Pengobatan antimiasmatic konstitusi mungkin dapat menyembuhkan semua kasus pada anak usia dini. Pada orang dewasa muda, 80% kasus dapat benar-benar sembuh. Dalam usia lanjut dengan berkembang dengan baik emfisema, hidup dapat diperpanjang dengan perawatan paliatif yang sesuai dari waktu ke waktu, tetapi ada obat yang mungkin dapat menyembuhkan. Jadi, sebelum memutuskan prognosis dari kasus asma bronkial, harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia pasien, durasi penderitaan, latar belakang berhubung dengan racun yang keluar dari tanah, kehadiran komplikasi, pekerjaan dan cara hidup pasien, pengobatan sudah diadopsi dan berlanjut saat ini, pengaruh obat-obatan konstitusional dan paliatif pada pasien (Dey, 2003).
  
BAB IV PENUTUP
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Asma bronkial adalah penyakit yang ditandai dengan obstruksi jalan napas (penyempitan saluran napas) yang reversibel tetapi tidak sepenuhnya sehingga dalam beberapa pasien baik secara spontan maupun dengan pengobatan, peradangan saluran napas dan saluran napas hyperresponsiveness ke berbagai rangsangan.
Penyakit asma bronkial memiliki keluhan dan gejala yaitu dispne (sesak napas), nyeri dada, wheezing, dan batuk. Pemeriksaan penunjang diagnostik dari asma bronkial adalah pemeriksaan fisik berupa anamnesis, tes untuk mengukur fungsi paru-paru (spirometri dan Peak Flow Meter/PFM) dan tes tambahan (Methacholine Challenge, uji oksida nitrat, tes radiologi, tes alergi, dan eosinofil sputum). Faktor resiko penyakit asma bronkial adalah debu rumah, aktifitas fisik, perubahan cuaca, binatang peliharaan, asap tembakau (berupa perokok pasif  dan perokok aktif), riwayat penyakit keluarga dan perabot rumah tangga. Pencegahan penyakit asma bronkial dengan pendidikan kesehatan/konseling dari pelayanan kesehatan, menghindari faktor resiko asma, mengurangi dan menghindari merokok, lingkungan rumah baik indoor maupun outdoor selalu bersih dari debu atau bahan allergen, melakukan diagnosis dini, terutama pada individu yang memiliki faktor resiko asma, menghindarkan diri dari stress dan mengurangi aktivitas yang berat, mengurangi olahraga yang berlebihan dan menghindari obat-obatan seperti aspirin dan anti inflamasi non steroid yang dapat menimbulkan eksaserbasi asma. Pengobatan terhadap penyakit asma bronkial berupa pengobatan non farmakologik (seperti memberikan penyuluhan, menghindari faktor pencetus (resiko), pemberian cairan, fisiotherapy, memberi  bila perlu) dan pengobatan farmakologik (seperti pemberian obat bronkodilator, kromalin dan ketolifen). Rehabilitasi asma bronchial dapat dilakukan dengan yoga, terapi relaksasi dengan senam asma dan terapi spa. Prognosis dari penyakit asma bronkial ini bersifat progresif lambat, kecuali jika diperiksa dan diobati dengan obat-obatan secara cepat dan tepat.


BAB V DAFTAR PUSTAKA
Brunside, McGlynn. 2005. Diagnosis fisik Ed 17. Jakarta : EGC
D Behera. 2005. Bronchial Asthma . Second Edition. New Delhi : Jitendar P Vij Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd
Dey, S.P. 2003. Bronchial Asthma An Integrated Approach. New Delhi. B. Jain Publisher (P) Ltd. India.
MayoClinic. 2014. Diseases and Conditions Asthma. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/asthma/basics/tests-diagnosis/con-20026992 diakses pada tanggal 24 november 2014 pukul 21.00
Pavel Kolar. 2013. Clinical Rehabilitation. First Edition. Praha : Alena Kobesova, K Vapence 16 Praha 5
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Nopember 2008
WebMB. 2014. Bronchial Asthma. http://www.webmd.com/asthma/guide/bronchial-asthma diakses tanggal 6 oktober 2014 pukul 20.21
WHO (World Health Organization) .2014. Bronchial Asthma. http://www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs206/en/. Diakses pada 21 september 2014 pukul 21.14 WIB.

2 komentar:

  1. Agen Sbobet | Situs Bandar Bola Online Terpercaya | indocbet

    IndoCBET adalah Daftar agen sbobet Situs Bandar Bola Online Terpercaya resmi Taruhan Bola dengan lisensi indonesia

    Bergabunglah bersama indoCBET bersama kami dengan Bonus Terbesar Saat ini

    BONUS NEW MEMBER 20%
    BONUS DEPOSIT 5%
    BONUS CASHBACK 5%
    BONUS ROLLINGAN 0.5%
    BONUS REFERENSI 5%

    Tersedia Agen
    SBOBET, AMGBET, CBET

    Deposti 25ribu

    Whatsapp indocbet : 0822.8637.2298

    BalasHapus