Rabu, 18 November 2015

Hipertensi, Rheumatoid Arthritis, Filariasis, Faringitis



Hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal (Kabo, 2010). The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) menyatakan bahwa seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih (Davis, 2004). Hipertensi adalah faktor risiko keempat dari enam faktor risiko terbesar penyebab penyakit kardiovaskuler (Hahn & Payne, 2003).
Penderita hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung, Paru, dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya (Bare &Smeltzer, 2002). Orang yang sudah menyadari hipertensi pada dirinya hanya melakukan sedikit tindakan untuk mengontrolnya, dimana hanya 27% pasien hipertensi yang mengontrol tekanan darahnya secara adekuat (Hahn & Payne, 2003). Pasien baru menyadari kondisinya jika hipertensi sudah menimbulkan komplikasi pada jantung, penyumbatan pembuluh darah, hingga pecahnya pembuluh darah di otak yang berakibat kematian. Hal inilah yang membuat hipertensi dikenal sebagai the silent killer yang berdampak pada tingginya angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Sebagian besar hipertensi yang dialami masyarakat tidak diketahui penyebab medisnya, yang dikenal dingan hipertensi primer (esensial). Kondisi ini terjadi pada 90% penderita hipertensi, sedangkan 10% kasus hipertensi dapat dideteksi penyebab definitifnya, yang dikenal dengan hipertensi sekunder (Sherwood, 2001). Hipertensi primer mempunyai kecenderungan genetik yang kuat dan didukung dengan faktor risiko seperti obesitas, konsumsi garam dan lemak jenuh berlebih, dan kebiasaan merokok.

Bare, B.G & Smeltzer, S.C. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth. (Terj. H.Y. Kuncara… (et al); Editor, Endah Pakaryaningsih & Monica Ester). Jakarta: EGC.
 Davis. 2004. Penyakit jantung dan penyembuhannya secara alami. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Komputer.
 Hahn, D.B & Payne, W.A. 2003. Focus on health.Sixth Edition. USA: Mc Graw Hill.
 Kabo, P. 2010. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskuler secara rasional. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
 Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. (Terj. Brahm U. Pendit); Editor, Beatricia L. Santoso. Jakarta: EGC.


Rheumatoid arthritis
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial. Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,
yaitu:
1)      Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2)      Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3)      Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4)      Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

Suratun, Heryati, Manurung, S., & Raenah, E. (2008). Seri asuhan keperatan klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Buffer (2010). Rheumatoid Arthritis. http//www.rheumatoid_arthritis .net/duwload.doc.


FILARIASIS
Filariasis adalah penyakit infeksi sistemik kronik yang disebabkan oleh cacing seperti benang, dari genus Wuchereria dan Brugia yang dikenal sebagai filaria yang tinggal di sistem limfa, yaitu jaringan pembuluh yang berfungsi untuk menyangga dan menjaga keseimbangan cairan antara darah dan jaringan otot yang merupakan komponen esensial dari sistem kekebalan tubuh. Filariasis atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit kaki gajah ini disebabkan oleh tiga spesies filaria, yaitu Wuchereria brancofti dimana hampir sebagian besar berada di daerah yang memiliki kelembaban yang cukup tinggi, Brugia malayi yang endemis di daerah pedesaan Asia Tenggara dan spesies terakhir yaitu Brugia timori yang hanya berada di Indonesia, khususnya daerah Flores, Alor, dan Rote.
Kasus filariasis menyerang sekitar sepertiga penduduk dunia atau 1,3 milyar penduduk di 83 negara berisiko terinfeksi filariasis, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis, seperti Asia, Afrika, dan Pasifik Barat. Dari 1,3 milyar penduduk tersebut, 851 juta di antaranya tinggal di Asia Tenggara dengan Indonesia menjadi negara dengan kasus filariasis yang paling tinggi. Pada tahun 2001 hingga 2004 berturut-turut jumlah kasus filariasis yang terjadi, yaitu sebanyak 6.181 orang, 6.217 orang, 6.635 orang, dan 6.430 orang. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan kasus sebanyak 10.239 orang. Pada tahun 2006, sekitar 66% wilayah Indonesia dinyatakan endemis filariasis.
Banyak faktor risiko yang mampu memicu timbulnya kejadian filariasis. Beberapa diantaranya adalah faktor lingkungan, baik lingkungan dalam rumah maupun lingkungan luar rumah. Faktor lingkungan dalam rumah meliputi lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi kriteria rumah sehat, misalnya konstruksi plafon dan dinding rumah, pencahayaan, serta kelembaban, sehingga mampu memicu timbulnya kejadian filariasis. Sementara itu, faktor lingkungan luar rumah yang dimaksud adalah yang terkait dengan tempat perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor dari penyakit ini. Faktor ini meliputi air yang tergenang, sawah, rawa-rawa, tumbuhan air, semak, serta kandang binatang reservoir. Faktor risiko selanjutnya adalah kebiasaan keluar rumah pada malam hari dan kebiasaan tidak menggunakan kelambu saat tidur. Selain itu, pengetahuan mengenai filariasis yang akan meningkatkan kesadaran individu serta terjadinya resistensi vektor filariasis terhadap insektisida masuk ke dalam faktor risiko yang harus diperhatikan. Jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan umur juga menjadi faktor risiko dari penyakit ini.

Juriastuti, Puji, dkk. 2010. Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kelurahan Jati Sampurna. Makara, Kesehatan, Vol. 14, No. 1, Juni 2010: 31-36.


Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring.(Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000). Faringitis adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus dan bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggrokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise. (Vincent, 2004)
Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000, Buku Ajar Ulmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar