Minggu, 31 Agustus 2014

Pembuatan Kompos dan Aplikasinya



I.                   JUDUL PRAKTIKUM

Pembuatan Kompos dan Aplikasinya

II.                TUJUAN

Mengetahui cara pembuatan pupuk kompos dan aplikasinya.

III.             METODE

A.      Alat dan Bahan Pembuatan Pupuk Kompos dan Aplikasinya

1.    Alat

a.       Terpal

b.      Cangkul Kecil

c.       Poly bag

2.    Bahan

a.       Kotoran Ternak

b.      Sampah Organik

c.       Air secukupnya

d.      Mol cair (Mol Tapai dan Nasi Basi)

e.       Kompos

f.       Tanah

g.      Tanaman

B.       Cara Kerja

1.    Skema Kerja Pembuatan Pupuk Kompos

                          Beri sampah organik
                          Tambahkan kotoran hewan secukupnya
                          Aduk hingga rata
                           Semprotkan larutan Mol cair dan aduk hingga rata
                          Tutup sampah dengan terpal dan diamkan 7 hari
                          Siapkan terpal
                            Hasil
 
               2.      Skema Kerja Aplikasi Kompos
Diaduk
Pindahkan Ke Poly Bag
Beri Label dan Simpan
Tanah digemburkan + dicampur Kompos
                                                            7 hari kemudian
                                                          Siram dengan sedikit air
Semprot dg MOL secukupnya (tidak terkena batang tanaman)
Tanamkan tanaman ke poly bag yg telah diisi kompos


IV.             TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan pupuk anorganik (pabrik) dalam waktu lama dan terus menerus, mengakibatkan: sifat fisik tanah, memburuk, tanah menjadi padat, terjadi penimbunan phosfat, keadaan mikro-biologi tanah kurang serasi sehingga kegiatan jasad mikro tanah merosot. Hal ini disebabkan karena kadar bahan organik tanah telah merosot. Kadar bahan organik tanah merupakan kunci utama kesehatan tanah, secara fisik, kimia dan biologi. Oleh karena itu upaya memperbaiki kesehatan tanah dilakukan melalui pengelolaan bahan organik (Suiatna, 2011).
Kompos sebagai salah satu bentuk bahan organik memiliki peran utama sebagai pembenah struktur tanah sehingga menjadi gembur dan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi akar tanaman dan organisma tanah yang diperlukan dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman. Pengomposan adalah metode biologis untuk menguraikan bahan baku organik dalam kondisi yang terkendali di mana ia dapat ditangani, disimpan dan diterapkan pada tanah untuk memasok nutrisi penting tanpa mengganggu lingkungan (Barus, 2012). Fungsi kompos padat sebagai penyedia unsur bagi tanaman bersifat lambat serta konsentrasinya rendah sehingga apabila jumlah kompos padat tidak cukup banyak maka pasokan unsur hara bagi tanaman harus ditambah dari kompos cair atau Pupuk Organik Cair (POC).

Untuk mempercepat pembuatan kompos maupun POC diperlukan proses fermentasi yang lebih intensif oleh mikroba/bakteri/mikroorganism dan akan lebih sederhana dipergunakan bakteri pengurai yang tersedia di termpat tersebut yang lebih populer disebut sebagai Mikro-Organisme Lokal (MOL) (Suiatna, 2011).

Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat seperti menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan porositas, aerasi dan komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air tanah lebi lama, mencegah lapisan kering pada tanah, mencegah beberapa penyakit akar, menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan, menyediakan makanan bagi plankton yang menjadi makanan udang atau ikan, meningkatkan efisiensi pupuk kimia, menjadi salah satu alternatif pengganti (substitusi) pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas dan akrab dengan lingkungan, bisa menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya yang lebih hemat, bersifat multiguna karena bisa dimanfaatkan untuk bahan dasar pupuk organik, bersifat multilahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf, dan lain-lain (Murbandono, 2010).


V.                HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil
Hasil dari praktikum pembuatan kompos setelah 7 hari yaitu kotoran ternak dan sampah belum hancur dan dalam kondisi kering.
    
Gambar hasil pembuatan kompos kelas A yang gagal/tidak berhasil.
                   Gambar hasil pembuatan kompos kelas B yang berhasil.

B.     Pembahasan
Kompos dapat dibuat dengan berbagai macam cara dan komposisi, tetapi yang perlu diutamakan adalah kemudahan dalam pembuatannya menyesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan bahan di lokasi setempat (Pratiwi, 2013). Prinsip utama untuk membuat pengomposan adalah tempat harus lembab, mendapatkan cukup udara, bahan organiknya tidak terkena matahari secara langsung atau teduh dan terlindung dari hujan.  Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan cara menyiapkan terpal dengan ukuran secukupnya sebagai alas dasar, kemudian menaburkan kotoran ternak, dan sampah organik diatasnya, selanjutnya menyemprotkan MOL, sambil di aduk-aduk hingga merata, kemudian dikumpulkan dan ditutup dengan terpal, setelah 3-5 hari bongkar adukan dan aduk ulang untuk mendapatkan hasil pupuk kandang yang baik, setelah 7 hari pupuk kandang siap digunakan. Produk yang dihasilkan adalah kompos matang yang mempunyai ciri antara lain tidak berbau, remah, berwarna kehitaman, mengandung hara yang tersedia bagi tanaman dan kemampuan mengikat air tinggi.
Berbeda dengan hasil dari praktikum pembuatan kompos kelas A, produk kompos yang dihasilkan yaitu kotoran ternak dan sampah belum hancur dan dalam kondisi kering, sehingga kompos yang dibuat kelas A dianggap gagal/tidak berhasil. Hal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan kompos ini dikarenakan beberapa faktor sebagai berikut:
1.      Dekomposisi kurang baik.
Perkembangan proses dekomposisi yang kurang baik pada praktikum ini disebabkan oleh kandungan yang tidak sesuai atau campuran bahan-bahan kompos yang tidak sesuai dengan takaran yang semestinya.
2.      Bahan baku terlalu kering sehingga proses dekomposisi berhenti. Bahan baku yang dimaksud yaitu kotoran ternak yang dalam kondisi kering karena kotoran ternak tersebut merupakan kotoran ternak yang sudah lama. Selain itu, juga karena sampah organik yang sangat kering. Hal tersebut menyebabkan proses dekomposisi berhenti sehingga menyebabkan kelembaban turun di bawah batas ambang yang dibutuhkan mikroba karena suhu meningkat.
3.      Sifat dan Ukuran bahan asal terlalu besar.
Makin halus dan kecil bahan baku kompos maka peruraiannya akan makin cepat dan hasilnya lebih banyak. Dengan semakin kecilnya bahan, bidang permukaan bahan yang terkena bakteri pengurai akan semakin luas sehingga proses pengomposan dapat lebih cepat (Murbandono, 2010). Berbanding terbalik dengan bahan asal dan bahan baku yang digunakan pada praktikum ini, yaitu kotoran ternak yang keras dan tidak halus serta sampah-sampah yang terlalu banyak melebihi ketentuan. Bahan baku yang berukuran besar pada praktikum ini menyebabkan permukaan yang terkena bakteri lebih sempit sehingga proses pengomposan lebih lama.
4.      Kandungan nitrogen (N) bahan asal
Bahan asal pada praktikum ini berupa kotoran ternak yang telah lama dan sedikit sehingga kandungan nitrogen yang ada telah berkurang. Semakin sedikitnya kandungan nitrogen menyebabkan bahan baku akan lama terurai sehingga diperlukan tambahan pupuk kandang secukupnya.
5.      Air dan Udara (O2) yang kurang.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa kompos dalam keadaan kering karena kompos kurang mengandung air, dan timbunan bahan akan mudah bercendawan. Hal tersebut sangat merugikan karena peruraian bahan menjadi lambat dan tidak sempurna. Jadi, dalam pembuatan kompos, kelembapan timbunan bahan kompos harus dijaga agar seimbang, tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.
6.      Suhu dan ketinggian timbunan kompos.
Timbunan bahan kompos akan lebih cepat mengalami peruraian jika suhunya tepat. Suhu ideal untuk proses pengomposan adalah 30-45 °C. Tidak berhasilnya praktikum ini disebabkan oleh timbunan bahan kompos yang terlalu tinggi yang mengakibatkan bahan memadat karena berat bahan kompos. Hal tersebut akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi dan udara di dasar timbunan berkurang. Panas yang terlalu banyak juga akan mengakibatkan terbunuhnya mikroba yang diinginkan.
Pada aplikasi kompos, kelas A menggunakan kompos yang dibuat oleh kelas B karena kompos kelas A gagal/tidak berhasil dan kompos kelas B berhasil. Penggunaan kompos harus tercampur/diaduk dengan tanah sehingga aplikasi kompos yang benar adalah saat pengolahan tanah. Aplikasi kompos setelah penanaman tidak akan efektif karena kompos yang berada di atas permukaan tanah akan mudah hilang terbawa aliran air. Kompos dapat ditebarkan pada tanah setelah pembajakan sebelum penggaruan dengan syarat tidak ada aliran air, lahan cukup digenangi air yang tidak terlalu tinggi. Kompos dapat ditebarkan juga setelah penggaruan sebelum perataan lahan secara manual, atau diantara proses lainnya saat lahan belum ditanami.

VI.             KESIMPULAN

Pembuatan kompos kelas A gagal/tidak berhasil karena produk yang dihasilkan yaitu kotoran ternak dan sampah belum hancur serta dalam kondisi kering. Hal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan/ kegagalan kompos ini dikarenakan beberapa faktor seperti dekomposisi kurang baik, bahan baku terlalu kering sehingga proses dekomposisi berhenti, sifat dan ukuran bahan asal terlalu besar, kandungan nitrogen (N) bahan asal, air dan udara (O2) yang kurang, suhu dan ketinggian timbunan kompos.


VII.          DAFTAR PUSTAKA


Barus, Y. 2012. Application Of Rice Straw Compost With Different Bioactivators On The Growth And Yield Of Rice Plant. J Trop Soils, Vol. 17, No. 1, 2012: 25-29  ISSN 0852-257X.

Murbandono, HS. L. 2010. Membuat kompos edisi revisi. Seri agritekno.

Pratiwi, I Gusti Ayu Putu; I Wayan Dana Atmaja; Ni Nengah Soniari. 2013. Analisis Kualitas Kompos Limbah Persawahan dengan Mol Sebagai Dekomposer. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika  ISSN: 2301-6515 Vol. 2, No. 4, Oktober 2013

Suiatna, R. Utji. 2011. Kompos, Pupuk, dan Pestisida Organik. Ganesha Organik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar