I. JUDUL PRAKTIKUM
Pembuatan Kompos dan Aplikasinya
II. TUJUAN
Mengetahui cara pembuatan pupuk kompos dan aplikasinya.
III. METODE
A. Alat dan Bahan Pembuatan Pupuk Kompos dan Aplikasinya
1. Alat
a. Terpal
b. Cangkul Kecil
c. Poly bag
2. Bahan
a. Kotoran Ternak
b. Sampah Organik
c. Air secukupnya
d. Mol cair (Mol Tapai dan Nasi Basi)
e. Kompos
f. Tanah
g. Tanaman
B. Cara Kerja
1. Skema Kerja Pembuatan Pupuk Kompos
Beri sampah organik
|
Tambahkan kotoran
hewan secukupnya
|
Aduk hingga rata
|
Semprotkan
larutan Mol cair dan aduk hingga rata
|
Tutup sampah
dengan terpal dan diamkan 7 hari
|
Siapkan terpal
|
Hasil
|
2. Skema
Kerja Aplikasi Kompos
Diaduk
|
Pindahkan Ke Poly Bag
|
Beri Label dan Simpan
|
Tanah digemburkan + dicampur Kompos
|
7 hari kemudian
Siram dengan
sedikit air
|
Semprot dg MOL secukupnya (tidak
terkena batang tanaman)
|
Tanamkan tanaman ke poly bag yg
telah diisi kompos
|
IV.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan pupuk anorganik
(pabrik) dalam waktu lama dan terus menerus, mengakibatkan: sifat fisik tanah,
memburuk, tanah menjadi padat, terjadi penimbunan phosfat, keadaan
mikro-biologi tanah kurang serasi sehingga kegiatan jasad mikro tanah merosot.
Hal ini disebabkan karena kadar bahan organik tanah telah merosot. Kadar bahan
organik tanah merupakan kunci utama kesehatan tanah, secara fisik, kimia dan
biologi. Oleh karena itu upaya memperbaiki kesehatan tanah dilakukan melalui
pengelolaan bahan organik (Suiatna, 2011).
Kompos sebagai salah satu bentuk bahan
organik memiliki peran utama sebagai pembenah struktur tanah sehingga menjadi gembur
dan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi akar tanaman dan organisma tanah yang diperlukan
dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman. Pengomposan adalah metode biologis
untuk menguraikan bahan baku organik dalam kondisi yang terkendali di mana ia
dapat ditangani, disimpan dan diterapkan pada tanah untuk memasok nutrisi
penting tanpa mengganggu lingkungan (Barus, 2012). Fungsi kompos padat sebagai penyedia unsur bagi tanaman bersifat
lambat serta konsentrasinya rendah sehingga apabila jumlah kompos padat tidak cukup
banyak maka pasokan unsur hara bagi tanaman harus ditambah dari kompos cair atau
Pupuk Organik Cair (POC).
Untuk mempercepat pembuatan kompos maupun POC diperlukan proses fermentasi yang lebih intensif oleh mikroba/bakteri/mikroorganism dan akan lebih sederhana dipergunakan bakteri pengurai yang tersedia di termpat tersebut yang lebih populer disebut sebagai Mikro-Organisme Lokal (MOL) (Suiatna, 2011).
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat seperti menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan porositas, aerasi dan komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air tanah lebi lama, mencegah lapisan kering pada tanah, mencegah beberapa penyakit akar, menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan, menyediakan makanan bagi plankton yang menjadi makanan udang atau ikan, meningkatkan efisiensi pupuk kimia, menjadi salah satu alternatif pengganti (substitusi) pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas dan akrab dengan lingkungan, bisa menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya yang lebih hemat, bersifat multiguna karena bisa dimanfaatkan untuk bahan dasar pupuk organik, bersifat multilahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf, dan lain-lain (Murbandono, 2010).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Hasil
dari praktikum pembuatan kompos setelah 7 hari yaitu kotoran ternak dan sampah
belum hancur dan dalam kondisi kering.
Gambar hasil pembuatan kompos kelas A yang
gagal/tidak berhasil.
Gambar hasil pembuatan
kompos kelas B yang berhasil.
B.
Pembahasan
Kompos dapat dibuat dengan berbagai macam cara dan komposisi,
tetapi yang perlu diutamakan adalah kemudahan dalam pembuatannya menyesuaikan
dengan kondisi dan ketersediaan bahan di lokasi setempat (Pratiwi, 2013). Prinsip
utama untuk membuat pengomposan adalah tempat harus lembab, mendapatkan cukup
udara, bahan organiknya tidak terkena matahari secara langsung atau teduh dan
terlindung dari hujan. Pembuatan kompos
dapat dilakukan dengan cara menyiapkan terpal dengan ukuran secukupnya sebagai
alas dasar, kemudian menaburkan kotoran ternak, dan sampah organik diatasnya,
selanjutnya menyemprotkan MOL, sambil di aduk-aduk hingga merata, kemudian
dikumpulkan dan ditutup dengan terpal, setelah 3-5 hari bongkar adukan dan aduk
ulang untuk mendapatkan hasil pupuk kandang yang baik, setelah 7 hari pupuk
kandang siap digunakan. Produk yang dihasilkan adalah kompos matang yang
mempunyai ciri antara lain tidak berbau, remah, berwarna kehitaman, mengandung
hara yang tersedia bagi tanaman dan kemampuan mengikat air tinggi.
Berbeda
dengan hasil dari praktikum pembuatan kompos kelas A, produk kompos yang
dihasilkan yaitu kotoran ternak dan sampah belum hancur dan dalam kondisi
kering, sehingga kompos yang dibuat kelas A dianggap gagal/tidak berhasil. Hal
yang menjadi penyebab ketidakberhasilan kompos ini dikarenakan beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Dekomposisi
kurang baik.
Perkembangan proses
dekomposisi yang kurang baik pada praktikum ini disebabkan oleh kandungan yang
tidak sesuai atau campuran bahan-bahan kompos yang tidak sesuai dengan takaran
yang semestinya.
2. Bahan
baku terlalu kering sehingga proses dekomposisi berhenti. Bahan baku yang
dimaksud yaitu kotoran ternak yang dalam kondisi kering karena kotoran ternak
tersebut merupakan kotoran ternak yang sudah lama. Selain itu, juga karena
sampah organik yang sangat kering. Hal tersebut menyebabkan proses dekomposisi
berhenti sehingga menyebabkan kelembaban turun di bawah batas ambang yang
dibutuhkan mikroba karena suhu meningkat.
3. Sifat
dan Ukuran bahan asal terlalu besar.
Makin halus dan kecil
bahan baku kompos maka peruraiannya akan makin cepat dan hasilnya lebih banyak.
Dengan semakin kecilnya bahan, bidang permukaan bahan yang terkena bakteri
pengurai akan semakin luas sehingga proses pengomposan dapat lebih cepat
(Murbandono, 2010). Berbanding terbalik dengan bahan asal dan bahan baku yang
digunakan pada praktikum ini, yaitu kotoran ternak yang keras dan tidak halus
serta sampah-sampah yang terlalu banyak melebihi ketentuan. Bahan baku yang
berukuran besar pada praktikum ini menyebabkan permukaan yang terkena bakteri
lebih sempit sehingga proses pengomposan lebih lama.
4. Kandungan
nitrogen (N) bahan asal
Bahan asal pada
praktikum ini berupa kotoran ternak yang telah lama dan sedikit sehingga
kandungan nitrogen yang ada telah berkurang. Semakin sedikitnya kandungan
nitrogen menyebabkan bahan baku akan lama terurai sehingga diperlukan tambahan
pupuk kandang secukupnya.
5. Air
dan Udara (O2) yang kurang.
Hasil praktikum
menunjukkan bahwa kompos dalam keadaan kering karena kompos kurang mengandung
air, dan timbunan bahan akan mudah bercendawan. Hal tersebut sangat merugikan
karena peruraian bahan menjadi lambat dan tidak sempurna. Jadi, dalam pembuatan
kompos, kelembapan timbunan bahan kompos harus dijaga agar seimbang, tidak
terlalu basah dan tidak terlalu kering.
6. Suhu
dan ketinggian timbunan kompos.
Timbunan bahan kompos akan lebih
cepat mengalami peruraian jika suhunya tepat. Suhu ideal untuk proses
pengomposan adalah 30-45 °C. Tidak berhasilnya praktikum ini
disebabkan oleh timbunan bahan kompos yang terlalu tinggi yang mengakibatkan
bahan memadat karena berat bahan kompos. Hal tersebut akan mengakibatkan suhu
terlalu tinggi dan udara di dasar timbunan berkurang. Panas yang terlalu banyak
juga akan mengakibatkan terbunuhnya mikroba yang diinginkan.
Pada aplikasi kompos, kelas A
menggunakan kompos yang dibuat oleh kelas B karena kompos kelas A gagal/tidak
berhasil dan kompos kelas B berhasil. Penggunaan
kompos harus tercampur/diaduk dengan tanah sehingga aplikasi kompos yang benar
adalah saat pengolahan tanah. Aplikasi kompos setelah penanaman tidak akan
efektif karena kompos yang berada di atas permukaan tanah akan mudah hilang
terbawa aliran air. Kompos dapat ditebarkan pada tanah setelah pembajakan
sebelum penggaruan dengan syarat tidak ada aliran air, lahan cukup digenangi
air yang tidak terlalu tinggi. Kompos dapat ditebarkan juga setelah penggaruan
sebelum perataan lahan secara manual, atau diantara proses lainnya saat lahan
belum ditanami.
VI. KESIMPULAN
Pembuatan kompos kelas A gagal/tidak berhasil karena produk yang dihasilkan yaitu kotoran ternak dan sampah belum hancur serta dalam kondisi kering. Hal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan/ kegagalan kompos ini dikarenakan beberapa faktor seperti dekomposisi kurang baik, bahan baku terlalu kering sehingga proses dekomposisi berhenti, sifat dan ukuran bahan asal terlalu besar, kandungan nitrogen (N) bahan asal, air dan udara (O2) yang kurang, suhu dan ketinggian timbunan kompos.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Barus, Y. 2012. Application
Of Rice Straw Compost With Different Bioactivators On The Growth And Yield Of
Rice Plant. J Trop Soils, Vol. 17,
No. 1, 2012: 25-29 ISSN 0852-257X.
Murbandono, HS. L. 2010. Membuat kompos edisi revisi. Seri
agritekno.
Pratiwi,
I Gusti Ayu Putu; I Wayan Dana Atmaja; Ni Nengah Soniari. 2013. Analisis
Kualitas Kompos Limbah Persawahan dengan Mol Sebagai Dekomposer. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515
Vol. 2, No. 4, Oktober 2013
Suiatna, R. Utji. 2011. Kompos, Pupuk, dan Pestisida Organik. Ganesha Organik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar