Minggu, 31 Agustus 2014

Pemeriksaan Angka Kuman di Udara



I.                   JUDUL PRAKTIKUM

Pemeriksaan Angka Kuman di Udara

II.                TUJUAN

Mengetahui angka kuman yang terdapat pada suatu ruangan.


III.             METODE

A.      Alat

1.    Cawan Petri

2.    Colony counter

3.    Inkubator

4.    Higrometer

B.       Bahan

1.    Alkohol

2.    Media PCA

3.    Udara dalam Ruangan

C.      Cara Kerja

Skema kerja pemeriksaan angka kuman di udara pada suatu ruangan

Letakkan pada suatu ruangan
Diamkan 15-30 menit
Tutup media PCA
Inkubasi 37 °C

Hitung angka kuman
Buka Media PCA
Hasil
Cuci tangan dengan Alkohol
Higrometer
  

IV.             TINJAUAN PUSTAKA

Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara. Selain oksigen, terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara, yaitu karbon monoksida, karbon dioksida, formaldehid, jamur,virus,dan sebagainya. Peningkatan konsentrasi zat-zat di dalam udara dapat disebabkan oleh aktivitas manusia. Udara dapat dikelompokkan menjadi, udara luar ruangan (outdoor air) dan udara dalam ruangan (indoorair ). Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan KeputusanMenteri Kesehatan RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa Angka kuman kurang dari 770 koloni/  udara, bebas kuman pathogen (Fitria, 2009).

Jumlah koloni mikroorganisme di udara tergantung pada aktifitas dalam ruangan serta banyaknya debu dan kotoran lain. Ruangan yang kotor akan berisi udara yang banyak mengandung mikroorganisme dari pada ruangan yang bersih (Moerdjoko, 2004).

Sumber penyebab polusi udara dalam ruangan berhubungan dengan bangunan itu sendiri, perlengkapan dalam bangunan (karpet, AC, dan sebagainya), kondisi angunan, suhu, kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku orang-orang yang berada di dalam ruangan, misalnya merokok. Sumber polusi udara dalam ruang selain dapat berasal dari bahan-bahan sintetis dan beberapa bahan alamiah yang digunakan untuk karpet, busa, pelapis dinding, dan perabotan rumah tangga (asbestos, formaldehid, VOC), juga dapat berasal dari produk konsumsi (pengkilap perabot, perekat, kosmetik, pestisida/insektisida) (Fitria, 2009).



V.                HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Hasil

Hasil pemeriksaan angka kuman yang terdapat di ruangan Ka. Prodi dan Karyawan PJKR adalah sebagai berikut:

1.    Luas ruangan Ka. Prodi dan karyawan PJKR adalah 39 .

2.    Tidak memiliki Ventilasi.

3.    Penggunaan AC pada hari ini yaitu selama 8 jam.

4.    Kapasitas ruang Ka. Prodi dan karyawan PJKR adalah 30 orang.

5.    Kebersihan ruang dengan di sapu setiap hari.

6.    Pembersihan AC (hanya salurannya saja yang dibersihkan, AC-nya belum pernah di bersihkan).

7.    Suhu ruangan (dry = 28 °C, wet = 27 °C, Kelembaban = 92 %).

8.    Perhitungan Angka Kuman di Udara yaitu sebagai berikut :

Diketahui:
S jasad renik    = 1   cm
r                       = 4   cm,
                   = 16    = 2,5
L agar cawan   =  = 3,14 x 2,5  = 7,85
Jawaban perhitungan:
S angka kuman            =  1 x
                                                                                     = 18,34 koloni
Jadi, di dalam ruangan Ka. Prodi dan karyawan PJKR terdapat 18,34 koloni kuman di udara.
B.       Pembahasan



Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui angka kuman yang terdapat pada suatu ruangan. Praktikum dilakukan dengan media PCA (Plate Count Agar) dan untuk menghitung jumlah koloni kuman dengan menggunakan Colony counter. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu cawan petri, colony counter, inkubator, media PCA, udara dalam ruangan.



Prosedur kerja pemeriksaan angka kuman di udara yaitu pertama mencuci tangan dengan alkohol, kemudian membuka media PCA (Plate Count Agar) dan diletakkan pada ruangan Ka. Prodi dan Karyawan PJKR. Letakkan pula Higrometer pada ruangan Ka. Prodi dan Karyawan PJKR untuk mengukur kelembaban ruangan. Kemudian diamkan selama 15 menit lalu diinkubasikan dengan suhu 37 °C, dan selanjutnya hitung angka kuman di ruangan tersebut dan catat hasilnya.



Praktikum pemerikasaan angka kuman di udara dilaksanakan di ruang Ka. Prodi dan Karyawan PJKR. Ruangan tersebut memiliki luas 39 . Berdasarkan anggapan kelompok 2, ruangan yang diperiksa dapat di tempati oleh 30 orang. Ruangan tersebut ditempati oleh 4 orang karyawan lengkap beserta meja, kursi, AC tetapi tidak memiliki ventilasi. Untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan di perkantoran sehingga diperlukan adanya penyehatan lingkungan kerja perkantoran khususnya penyehatan udara ruangan.
Menurut KMK No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja  perkantoran dan industri, Penyehatan udara ruang adalah upaya yang dilakukan agar suhu dan kelembaban, debu, pertukaran udara, bahan pencemar dan mikroba di ruang kerja memenuhi persyaratan kesehatan.
Berdasarkan hasil pengukuran Suhu ruangan diperoleh data dry = 28 °C, wet = 27 °C. Hal tersebut menunjukkan suhu di ruang Ka. Prodi dan karyawan memenuhi persyaratan kesehatan karena  sesuai dengan  KMK No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 yang menjelaskan suhu yang memenuhi parsyaratan kesehatan adalah antara 18-28 °C.
Menurut KMK No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 mengenai kelembaban yaitu kelembaban yang memenuhi parsyaratan kesehatan adalah antara 40-60 %. Dan hasil pengukuran kelembaban pada ruangan menunjukkan angka 92 %. Hal tersebut menandakan kelembaban di ruang Ka. Prodi dan karyawan masih belum memenuhi persyaratan kesehatan karena tidak sesuai dengan persyaratan kesehatan ruangan. Oleh karena kelembaban udara ruang kerja yang melebihi 60 % maka ruang tersebut perlu menggunakan alat dehumidifier.
Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan menunjukkan bahwa untuk menghilangkan debu, ruangan selalu di sapu dan di pel secara rutin setiap hari. Kegiatan membersihkan ruangan tersebut dapat mengurangi kandungan debu di dalam udara ruang kerja perkantoran sehingga memenuhi persyaratan kesehatan.
Namun, ia juga menyatakan bahwa AC digunakan setiap hari dan belum pernah dibersihkan, hanya pembersihan saluran pembuangan saja. Hal itu merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kuman udara ruangan karena penggunaan AC dan AC yang jarang dibersihkan sehingga menjadi tempat nyaman bagi mikroorganisme untuk berbiak. Angka kuman udara sendiri merupakan jumlah dari sampel angka kuman udara dari suatu ruangan atau tempat tertentu yang diperiksa. Hitung angka kuman bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri pada sampel. Hasil perhitungan angka kuman di udara menunjukkan bahwa ruangan tersebut memiliki 18,34 koloni kuman. Hasil tersebut menunjukkan bahwa angka kuman di ruangan tersebut masih dalam kategori bebas pathogen.
Namun, kondisi AC yang tidak pernah dibersihkan tersebut dapat mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS) atau Tight Building Syndrome (TBS) (Juarsih, 2013). Banyaknya aktivitas di gedung meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat.
Kualitas udara dalam ruang merupakan interaksi yang selalu berubah secara konstan dari beberapa faktor yang mempengaruhi jenis, tingkat, dan pentingnya polutan dalam lingkungan dalam ruang. Faktor-faktor tersebut adalah sumber polutan atau bau; desain, pemeliharaan, dan pengoperasian sistem ventilasi bangunan, kelembaban, serta persepsi dan kerentanan pekerja. Selain itu, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan atau persepsi atas kualitas udara dalam ruang (Fitria, 2009).
Sumber penyebab polusi udara dalam ruangan berhubungan dengan bangunan itu sendiri, perlengkapan dalam bangunan (karpet, AC, dansebagainya), kondisi bangunan, suhu, kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku orang-orang yang berada di dalam ruangan, misalnya merokok. Oleh karena itu, diperlukan adanya kontrol terhadap kualitas udara.
Kontrol terhadap kualitas udara dalam ruang melibatkan tiga strategi utama yang terintegrasi. Pertama, mengatasi sumber polutan baik dengan mengeluarkannya dari dalam gedung atau memisahkannya dari pekerja dengan penghalang fisik, mengatur tekanan udara, atau dengan mengontrol lamanya penggunaan. Kedua, melarutkan polutan dan membuangnya dari dalam gedung melalui ventilasi. Ketiga, menggunakan filter untuk membersihkan udara dari polutan (Fitria, 2009)

VI.             KESIMPULAN

Perhitungan angka kuman pada praktikum pemeriksaan angka kuman diudara diperoleh hasi 18,34 koloni yang menandakan kualitas udara di ruangan Ka. Prodi dan Karyawan memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan kerja sesuai dengan  KMK No. 1405/MENKES/SK/XI/2002.

VII.          DAFTAR PUSTAKA


Fitria, L. , Ririn Arminsih Wulandari, Ema Hermawati, Dewi Susanna. 2009. Kualitas Udara Dalam Ruang Perpustakaan Universitas ”X” Ditinjau Dari Kualitas Biologi, Fisik, Dan Kimiawi .Makara, Kesehatan, Vol. 12, No. 2, Desember 2009: 76-82.

Juarsih. 2013. Pengaruh Kualitas Fisik Udara Dalam Ruangan Ber Ac Terhadap Kejadian Sick Building Syndrome (Sbs)Pada Pegawai Di Gedung Pusat Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Pustikom). Universitas Negeri Gorontalo.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/Sk/Xi/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja  Perkantoran Dan Industri

Moerdjoko, 2004. Kaitan Sistem Ventllasi Bangunan Dengan Keberadaan Mikroorganisme Udara. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 32, No. 1, Juli 2004: 89 – 94.




















VIII.       LAMPIRAN

Praktikum Pemeriksaan Angka Kuman di Udara

                

1.    Pengukuran dengan Higrometer            2. Inkubasi media PCA


3.    Hasil pemeriksaan angka kuman


Pembuatan Kompos dan Aplikasinya



I.                   JUDUL PRAKTIKUM

Pembuatan Kompos dan Aplikasinya

II.                TUJUAN

Mengetahui cara pembuatan pupuk kompos dan aplikasinya.

III.             METODE

A.      Alat dan Bahan Pembuatan Pupuk Kompos dan Aplikasinya

1.    Alat

a.       Terpal

b.      Cangkul Kecil

c.       Poly bag

2.    Bahan

a.       Kotoran Ternak

b.      Sampah Organik

c.       Air secukupnya

d.      Mol cair (Mol Tapai dan Nasi Basi)

e.       Kompos

f.       Tanah

g.      Tanaman

B.       Cara Kerja

1.    Skema Kerja Pembuatan Pupuk Kompos

                          Beri sampah organik
                          Tambahkan kotoran hewan secukupnya
                          Aduk hingga rata
                           Semprotkan larutan Mol cair dan aduk hingga rata
                          Tutup sampah dengan terpal dan diamkan 7 hari
                          Siapkan terpal
                            Hasil
 
               2.      Skema Kerja Aplikasi Kompos
Diaduk
Pindahkan Ke Poly Bag
Beri Label dan Simpan
Tanah digemburkan + dicampur Kompos
                                                            7 hari kemudian
                                                          Siram dengan sedikit air
Semprot dg MOL secukupnya (tidak terkena batang tanaman)
Tanamkan tanaman ke poly bag yg telah diisi kompos


IV.             TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan pupuk anorganik (pabrik) dalam waktu lama dan terus menerus, mengakibatkan: sifat fisik tanah, memburuk, tanah menjadi padat, terjadi penimbunan phosfat, keadaan mikro-biologi tanah kurang serasi sehingga kegiatan jasad mikro tanah merosot. Hal ini disebabkan karena kadar bahan organik tanah telah merosot. Kadar bahan organik tanah merupakan kunci utama kesehatan tanah, secara fisik, kimia dan biologi. Oleh karena itu upaya memperbaiki kesehatan tanah dilakukan melalui pengelolaan bahan organik (Suiatna, 2011).
Kompos sebagai salah satu bentuk bahan organik memiliki peran utama sebagai pembenah struktur tanah sehingga menjadi gembur dan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi akar tanaman dan organisma tanah yang diperlukan dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman. Pengomposan adalah metode biologis untuk menguraikan bahan baku organik dalam kondisi yang terkendali di mana ia dapat ditangani, disimpan dan diterapkan pada tanah untuk memasok nutrisi penting tanpa mengganggu lingkungan (Barus, 2012). Fungsi kompos padat sebagai penyedia unsur bagi tanaman bersifat lambat serta konsentrasinya rendah sehingga apabila jumlah kompos padat tidak cukup banyak maka pasokan unsur hara bagi tanaman harus ditambah dari kompos cair atau Pupuk Organik Cair (POC).

Untuk mempercepat pembuatan kompos maupun POC diperlukan proses fermentasi yang lebih intensif oleh mikroba/bakteri/mikroorganism dan akan lebih sederhana dipergunakan bakteri pengurai yang tersedia di termpat tersebut yang lebih populer disebut sebagai Mikro-Organisme Lokal (MOL) (Suiatna, 2011).

Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat seperti menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan porositas, aerasi dan komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air tanah lebi lama, mencegah lapisan kering pada tanah, mencegah beberapa penyakit akar, menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan, menyediakan makanan bagi plankton yang menjadi makanan udang atau ikan, meningkatkan efisiensi pupuk kimia, menjadi salah satu alternatif pengganti (substitusi) pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas dan akrab dengan lingkungan, bisa menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya yang lebih hemat, bersifat multiguna karena bisa dimanfaatkan untuk bahan dasar pupuk organik, bersifat multilahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf, dan lain-lain (Murbandono, 2010).


V.                HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil
Hasil dari praktikum pembuatan kompos setelah 7 hari yaitu kotoran ternak dan sampah belum hancur dan dalam kondisi kering.
    
Gambar hasil pembuatan kompos kelas A yang gagal/tidak berhasil.
                   Gambar hasil pembuatan kompos kelas B yang berhasil.

B.     Pembahasan
Kompos dapat dibuat dengan berbagai macam cara dan komposisi, tetapi yang perlu diutamakan adalah kemudahan dalam pembuatannya menyesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan bahan di lokasi setempat (Pratiwi, 2013). Prinsip utama untuk membuat pengomposan adalah tempat harus lembab, mendapatkan cukup udara, bahan organiknya tidak terkena matahari secara langsung atau teduh dan terlindung dari hujan.  Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan cara menyiapkan terpal dengan ukuran secukupnya sebagai alas dasar, kemudian menaburkan kotoran ternak, dan sampah organik diatasnya, selanjutnya menyemprotkan MOL, sambil di aduk-aduk hingga merata, kemudian dikumpulkan dan ditutup dengan terpal, setelah 3-5 hari bongkar adukan dan aduk ulang untuk mendapatkan hasil pupuk kandang yang baik, setelah 7 hari pupuk kandang siap digunakan. Produk yang dihasilkan adalah kompos matang yang mempunyai ciri antara lain tidak berbau, remah, berwarna kehitaman, mengandung hara yang tersedia bagi tanaman dan kemampuan mengikat air tinggi.
Berbeda dengan hasil dari praktikum pembuatan kompos kelas A, produk kompos yang dihasilkan yaitu kotoran ternak dan sampah belum hancur dan dalam kondisi kering, sehingga kompos yang dibuat kelas A dianggap gagal/tidak berhasil. Hal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan kompos ini dikarenakan beberapa faktor sebagai berikut:
1.      Dekomposisi kurang baik.
Perkembangan proses dekomposisi yang kurang baik pada praktikum ini disebabkan oleh kandungan yang tidak sesuai atau campuran bahan-bahan kompos yang tidak sesuai dengan takaran yang semestinya.
2.      Bahan baku terlalu kering sehingga proses dekomposisi berhenti. Bahan baku yang dimaksud yaitu kotoran ternak yang dalam kondisi kering karena kotoran ternak tersebut merupakan kotoran ternak yang sudah lama. Selain itu, juga karena sampah organik yang sangat kering. Hal tersebut menyebabkan proses dekomposisi berhenti sehingga menyebabkan kelembaban turun di bawah batas ambang yang dibutuhkan mikroba karena suhu meningkat.
3.      Sifat dan Ukuran bahan asal terlalu besar.
Makin halus dan kecil bahan baku kompos maka peruraiannya akan makin cepat dan hasilnya lebih banyak. Dengan semakin kecilnya bahan, bidang permukaan bahan yang terkena bakteri pengurai akan semakin luas sehingga proses pengomposan dapat lebih cepat (Murbandono, 2010). Berbanding terbalik dengan bahan asal dan bahan baku yang digunakan pada praktikum ini, yaitu kotoran ternak yang keras dan tidak halus serta sampah-sampah yang terlalu banyak melebihi ketentuan. Bahan baku yang berukuran besar pada praktikum ini menyebabkan permukaan yang terkena bakteri lebih sempit sehingga proses pengomposan lebih lama.
4.      Kandungan nitrogen (N) bahan asal
Bahan asal pada praktikum ini berupa kotoran ternak yang telah lama dan sedikit sehingga kandungan nitrogen yang ada telah berkurang. Semakin sedikitnya kandungan nitrogen menyebabkan bahan baku akan lama terurai sehingga diperlukan tambahan pupuk kandang secukupnya.
5.      Air dan Udara (O2) yang kurang.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa kompos dalam keadaan kering karena kompos kurang mengandung air, dan timbunan bahan akan mudah bercendawan. Hal tersebut sangat merugikan karena peruraian bahan menjadi lambat dan tidak sempurna. Jadi, dalam pembuatan kompos, kelembapan timbunan bahan kompos harus dijaga agar seimbang, tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.
6.      Suhu dan ketinggian timbunan kompos.
Timbunan bahan kompos akan lebih cepat mengalami peruraian jika suhunya tepat. Suhu ideal untuk proses pengomposan adalah 30-45 °C. Tidak berhasilnya praktikum ini disebabkan oleh timbunan bahan kompos yang terlalu tinggi yang mengakibatkan bahan memadat karena berat bahan kompos. Hal tersebut akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi dan udara di dasar timbunan berkurang. Panas yang terlalu banyak juga akan mengakibatkan terbunuhnya mikroba yang diinginkan.
Pada aplikasi kompos, kelas A menggunakan kompos yang dibuat oleh kelas B karena kompos kelas A gagal/tidak berhasil dan kompos kelas B berhasil. Penggunaan kompos harus tercampur/diaduk dengan tanah sehingga aplikasi kompos yang benar adalah saat pengolahan tanah. Aplikasi kompos setelah penanaman tidak akan efektif karena kompos yang berada di atas permukaan tanah akan mudah hilang terbawa aliran air. Kompos dapat ditebarkan pada tanah setelah pembajakan sebelum penggaruan dengan syarat tidak ada aliran air, lahan cukup digenangi air yang tidak terlalu tinggi. Kompos dapat ditebarkan juga setelah penggaruan sebelum perataan lahan secara manual, atau diantara proses lainnya saat lahan belum ditanami.

VI.             KESIMPULAN

Pembuatan kompos kelas A gagal/tidak berhasil karena produk yang dihasilkan yaitu kotoran ternak dan sampah belum hancur serta dalam kondisi kering. Hal yang menjadi penyebab ketidakberhasilan/ kegagalan kompos ini dikarenakan beberapa faktor seperti dekomposisi kurang baik, bahan baku terlalu kering sehingga proses dekomposisi berhenti, sifat dan ukuran bahan asal terlalu besar, kandungan nitrogen (N) bahan asal, air dan udara (O2) yang kurang, suhu dan ketinggian timbunan kompos.


VII.          DAFTAR PUSTAKA


Barus, Y. 2012. Application Of Rice Straw Compost With Different Bioactivators On The Growth And Yield Of Rice Plant. J Trop Soils, Vol. 17, No. 1, 2012: 25-29  ISSN 0852-257X.

Murbandono, HS. L. 2010. Membuat kompos edisi revisi. Seri agritekno.

Pratiwi, I Gusti Ayu Putu; I Wayan Dana Atmaja; Ni Nengah Soniari. 2013. Analisis Kualitas Kompos Limbah Persawahan dengan Mol Sebagai Dekomposer. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika  ISSN: 2301-6515 Vol. 2, No. 4, Oktober 2013

Suiatna, R. Utji. 2011. Kompos, Pupuk, dan Pestisida Organik. Ganesha Organik.