Rabu, 18 November 2015

Acara 2 Pemeriksaan Boraks Pada Makanan



A.    Latar Belakang
Pola hidup atau gaya hidup masyarakat akhir-akir ini menghendaki segala sesuatu serba cepat dan praktis. Salah satunya adalah di dalam penyediaan makanan yang dikonsumsi seperti otak-otak. Otak-otak dapat dikategorikan ke dalam makanan jajanan yang banyak diminati oleh kaum anak-anak hingga orang tua. Keunggulan dari makanan jajanan tersebut adalah mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau dan dapat dimakan secara langsung maupun diolah terlebih dahulu untuk dijadikan tambahan lauk. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan makanan jajanan tersebut menggunakan bahan pengawet yang dilarang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan dan disamping itu telah terkontaminasi bakteri (Harsojo dkk, 2012).
Otak-otak merupakan salah satu makanan jajanan yang dikategorikan makanan jajanan tradisional dan terbuat dari ikan, kemudian dihaluskan dan dibumbui selanjutnya daging ikan dibungkus dan dipanggang dalam balutan daun pisang. Jajanan di sekolah sebenarnya diperlukan sebagai makanan tambahan anak. Akan tetapi, banyak jajanan yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan sehingga membahayakan kesehatan jutaan anak Sekolah Dasar. Kehadiran pedagang jajanan anak di sekolah seharusnya tidak dimatikan karena mempunyai peranan dalam menunjang perekonomian terutama bagi sektor informal (Harsojo dkk, 2012).

Acara 1 Pengambilan Sampel



A.    Latar Belakang
Makanan memiliki arti penting dalam kehidupan manusia. Selain menyediakan zat-zat yang diperlukan untuk sumber tenaga dan pertumbuhan, makanan juga menyediakan zat-zat yang diperlukan untuk mendukung kehidupan tubuh yang sehat. Karena itu untuk meningkatkan kehidupan manusia diperlukan adanya persediaan makanan yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas, selain mengandung semua zat yang diperlukan oleh tubuh makanan juga harus memenuhi syarat keamanan (Suryani, 2014). 
Makanan yang aman merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Dalam Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Penyakit yang ditimbulkan karena pangan yang tercemar telah menjadi masalah di dunia. Berdasarkan analisis data yang berhasil dihimpun saat ini, kasus-kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease) atau keracunan makanan masih cukup tinggi tahun (Amelia dkk, 2014).
Peningkatan kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan melalui kegiatan peningkatan sanitasi, dasar kondisi fisik dan biologis yang tidak baik termasuk berbagai akibat sampingan pembangunan. Sanitasi dasar meliputi penyehatan air bersih, penyehatan pembuangan kotoran, penyehatan lingkungan perumahan, penyehatan air buangan/limbah, pengawasan sanitasi tempat umum dan penyehatan makanan dan minuman (Hiswani, 2003).
B.     Tujuan

Kewirausahaan PLAN (BUGURU) BUBUR GURAMEH UENAK



1.      Ringkasan Ekesekutif
Masyarakat pada umumnya dapat mengolah ikan gurame menjadi berbagai macam makanan, seperti ikan gurame bakar, gurame asam manis, gurame goreng, dan lain-lain. Bubur adalah bentuk olahan campuran antara nasi dan air, dengan komposisi bahan cair yang lebih banyak daripada bahan padat.Umumnya bubur yang dikonsumsi oleh masyarakat menggunakan daging ayam, kacang kedelai, daun seledri, serta kerupuk sebagai bahan pelengkap. Akan tetapi, bahan baku campuran bubur yang berupa daging ayam tidak dapat dipastikan keamanannya, karena saat ini banyak kasus penjualan ayam potong tiren. Usaha untuk mencegah hal tersebut, maka ikan gurame adalah salah satu alternatif untuk menggantikan fungsi daging dalam bubur tersebut.
Alternatif tersebut mampu memenuhi kebutuhan konsumsi ikan yang kaya protein bagi masyarakat. Pada umumnya, masyarakat enggan mengkonsumsi ikan gurame karena harganya yang mahal, padahal tubuh kita butuh kandungan protein sekitar 25-40 gr protein setiap hari untuk anak- anak, sedangkan orang dewasa 50-80gr protein setiap hari. Ikan gurame memiliki kadar protein yang sangat tinggi dan kandungan lemak yang rendah, dengan kisaran 19% protein dan hanya 2,2% kandungan lemak, dan sementara sekitar 70% sisanya terdiri dari vitamin, serat, dan air. Selain itu, ikan gurame juga mengandung asam lemak, omega 3, omega 6, dan omega 9 yang mana semua itu tidak terdapat pada daging ayam. Adanya bubur gurame di Purwokerto, diharapkan kebutuhan masyarakat akan makanan kaya protein dengan harga terjangkau dapat terpenuhi.
Potensi pengembangan dan pengolahan pun sangat menjanjikan karena mudahnya cara budidaya ikan gurame, harga jual yang stabil dan permintaan yang terus meningkat menjadi salah satu faktor banyaknya bermunculan budidaya ikan gurame. Ikan gurame memiliki cita rasa yang gurih dan tekstur daging yang tidak lembek.Tidak hanya itu, jenis ikan ini juga termasuk ikan yang aman dikonsumsi anak-anak, karena duri yang ada pada ikan ini hanya ada di bagian tengah saja, durinya pun berukuran besar-besar sehingga mudah dilihat, dan meminimalkan risiko tertelan duri ikan. Protein yang terkandung pada ikan gurame dipercaya sangat bagus untuk perkembangan tubuh dan daya pikir.

Konsep Dasar Safe Motherhood dan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS)



TUGAS TERSTRUKTUR KESEHATAN MATERNAL

Konsep Dasar Safe Motherhood dan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS)


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
William Farr, registrar umum pertama Inggris dan Wales, mengajukan pertanyaan tentang kematian ibu di Inggris pada tahun 1838. Satu setengah abad kemudian, pertanyaan tersebut belum terjawab. Risiko kematian saat melahirkan sekarang sangat sedikit di negara industri, sedangkan di sebagian besar Afrika, Asia dan Amerika Latin kematian ibu masih sering terjadi. Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 585.000 perempuan meninggal setiap tahun. Hampir semua kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Saat ini, di Afrika Barat diperkirakan 1 dari 12 wanita akan terjadi kematian pada ibu, dibandingkan dengan Eropa Utara yakni 1 dari 4000 wanita (Maine, 1999).
Mortalitas dan morbiditas akibat maternal masih merupakan masalah utama di Indonesia. Indonesia tidak mempunyai sistem statistik untuk mengumpulkan informasi secara langsung untuk indikator-indikator ini. Berbagai penelitian mengenai mortalitas menunjukkan angka kematian maternal yang relatif tinggi yaitu 450/100.000 kelahiran hidup dalam sebuah survei yaitu survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di 7 provinsi (1985), 404/100.000 kelahiran hidup dalam SKRT di 27 provinsi (1992), 384/100.000 kelahiran hidup (1995) dan 390/100.000 kelahiran hidup dalam survey demografi dan kesehatan Indonesia (1994). Semua survey menunjukkan bahwa rasio mortalitas (MMR) dalam 10 tahun hanya terdapat perubahan yang kecil (Wahyuniati, 2009).
Masih begitu sedikit kemajuan penurunan kematian maternal, penyebabnya tidak terletak pada kurangnya pengetahuan. Lima penyebab utama kematian ibu di negara-negara berkembang, 3 diantaranya yaitu perdarahan, gangguan infeksi dan hipertensi. Penyebab utama lain dari kematian ibu di negara berkembang yaitu gangguan pada saat melahirkan dan komplikasi dari aborsi (Maine, 1999).

POLA PERENCANAAN KB DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI RASIONAL




TUGAS TERSTRUKTUR KESEHATAN MATERNAL

POLA PERENCANAAN KB DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI RASIONAL
 
 
BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dewasa ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Kesehatan Reproduksi adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994). Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.
Dengan demikian pengendalian kependudukan  telah bergeser ke arah yang lebih luas, yang meliputi pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksinya, kesetaraan dan keadilan gender, pemberdayaan perempuan dan penanggulangan kekerasan berbasis gender, serta tanggung jawab laki-laki dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi.
Paradigma baru ini berpengaruh besar antara lain terhadap hak dan peran perempuan sebagai subyek dalam ber-KB. Perubahan pendekatan juga terjadi dalam penanganan kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, serta kesehatan reproduksi usia lanjut, yang dibahas dalam konteks kesehatan dan hak reproduksi. Dengan paradigma baru ini diharapkan kestabilan pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai dengan lebih baik.
Keluarga Berencana (KB) memungkinkan individu dan pasangan-pasangan untuk mengantisipasi dan memperoleh jumlah anak yang mereka inginkan dan mengatur waktu kelahiran anak. Ini dapat dicapai dengan penggunaaan metode kontrasepsi dan pengobatan infertilitas secara sukarela. Kemampuan perempuan untuk menentukan jarak dan membatasi kehamilannya akan memberikan dampak langsung terhadap kesehatan dan kesejahteraannya sekaligus terhadap hasil akhir dari setiap kehamilan. Pemakaian metode KB berpotensi untuk menghindari 32% dari semua kematian ibu dan hampir 10% kematian anak, sekaligus menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan.
Selain itu, penggunaan metode KB berperan terhadap pemberdayaan perempuan, pendidikan dan stabilitas ekonomi. Terkait dengan risiko kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan, infeksi menular seksual (IMS) termasuk human immunodeficiency virus (HIV), dan aborsi tak aman, seks tanpa pelindung dan seks tidak aman merupakan faktor risiko kedua untuk kecacatan dan kematian di masyarakat-masyarakat termiskin di dunia. Metode KB merupakan cara yang aman, efektif dan murah untuk disediakan.

Rheumatoid Arthritis



Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial. Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,

Hipertensi, Rheumatoid Arthritis, Filariasis, Faringitis



Hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal (Kabo, 2010). The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) menyatakan bahwa seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih (Davis, 2004). Hipertensi adalah faktor risiko keempat dari enam faktor risiko terbesar penyebab penyakit kardiovaskuler (Hahn & Payne, 2003).
Penderita hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung, Paru, dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya (Bare &Smeltzer, 2002). Orang yang sudah menyadari hipertensi pada dirinya hanya melakukan sedikit tindakan untuk mengontrolnya, dimana hanya 27% pasien hipertensi yang mengontrol tekanan darahnya secara adekuat (Hahn & Payne, 2003). Pasien baru menyadari kondisinya jika hipertensi sudah menimbulkan komplikasi pada jantung, penyumbatan pembuluh darah, hingga pecahnya pembuluh darah di otak yang berakibat kematian. Hal inilah yang membuat hipertensi dikenal sebagai the silent killer yang berdampak pada tingginya angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.